Paradigma Penelitian Ilmiah: Pilar Penting dalam Metodologi Riset

Madurapers
Tiga paragdigma penelitian: kuantitatif, kualitatif, dan campuran kuantitatif-kualitatif
Tiga paragdigma penelitian: kuantitatif, kualitatif, dan campuran kuantitatif-kualitatif (Dok. Madurapers, 2025).

Bangkalan – Penelitian ilmiah berkembang melalui tiga paradigma utama: kuantitatif, kualitatif, dan campuran. Masing-masing paradigma memiliki sejarah, tokoh utama, fokus penelitian, serta kelebihan dan kekurangan yang khas.

Paradigma kuantitatif berasal dari tradisi positivisme yang berkembang sejak abad ke-19. Para ilmuwan seperti Auguste Comte dan Émile Durkheim menekankan pentingnya data empiris dan pengukuran statistik.

Pendekatan kualitatif muncul sebagai respons terhadap keterbatasan kuantitatif dalam memahami fenomena sosial. Tokoh seperti Max Weber dan Clifford Geertz menekankan interpretasi makna di balik perilaku manusia.

Paradigma campuran berkembang sebagai sintesis antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. John Creswell dan Jennifer Greene merupakan ilmuwan yang banyak berkontribusi dalam metodologi ini.

Penelitian kuantitatif berfokus pada pengukuran variabel dan uji hipotesis. Teknik yang sering digunakan meliputi eksperimen, survei, dan analisis statistik.

Pendekatan kualitatif menitikberatkan eksplorasi makna dan pengalaman subjek penelitian. Metode seperti wawancara mendalam dan studi kasus sering diterapkan.

Penelitian campuran menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif untuk mendapatkan pemahaman yang lebih holistik. Strategi ini sering digunakan dalam studi kebijakan dan evaluasi program.

Contoh penelitian kuantitatif adalah studi tentang hubungan antara konsumsi gula dan obesitas menggunakan analisis statistik. Data numerik dikumpulkan dari sampel populasi yang representatif.

Penelitian kualitatif dapat berupa eksplorasi pengalaman pasien kanker dalam menghadapi pengobatan. Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali perspektif emosional dan sosial.

Dalam penelitian campuran, evaluasi efektivitas program pendidikan sering menggunakan survei (kuantitatif) dan wawancara guru serta siswa (kualitatif). Pendekatan ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif.

Ilmuwan pendukung kuantitatif berpendapat bahwa data numerik lebih obyektif dan dapat diuji secara statistik. Keakuratan pengukuran menjadi keunggulan utama dalam pendekatan ini.

Pendukung kualitatif menilai bahwa realitas sosial tidak selalu bisa diukur dengan angka. Mereka menekankan pentingnya memahami konteks dan subjektivitas pengalaman individu.