Opini  

Partai Coklat dan Bayangan Gelap bagi Demokrasi

Moh. Ridlwan, Koordinator Bidang Riset dan Pengabdian Masyarakat DPP IMASS.
Moh. Ridlwan, Koordinator Bidang Riset dan Pengabdian Masyarakat DPP IMASS.

Salah satu persoalan inti dari fenomena ini adalah absennya sistem checks and balances yang efektif. Demokrasi membutuhkan pembagian kekuasaan yang jelas antara legislatif, eksekutif, yudikatif, dan institusi penegak hukum. Namun, ketika kepolisian menjadi alat politik, batas-batas ini kabur.

Polisi yang seharusnya menegakkan hukum secara adil justru terlibat dalam permainan kekuasaan yang memperburuk polarisasi politik. Aparat yang seharusnya melayani rakyat akhirnya lebih sibuk menjaga stabilitas kekuasaan penguasa, meski dengan mengorbankan prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan sipil.

Implikasi sosial dari fenomena ini juga tidak dapat diabaikan. Masyarakat yang merasa tertekan oleh aparat keamanan cenderung kehilangan rasa percaya terhadap negara. Ketika tindakan represif seperti penangkapan sewenang-wenang, kekerasan, atau pengawasan ketat dilakukan atas nama stabilitas nasional, ruang kebebasan sipil semakin menyempit.

Dalam jangka panjang, masyarakat menjadi apatis terhadap proses politik, karena merasa suara mereka tidak lagi didengar. Siklus ini memperkuat otoritarianisme, di mana kebebasan individu dan hak asasi manusia menjadi korban.

Faktor lain yang memperburuk situasi adalah lemahnya mekanisme akuntabilitas dalam institusi kepolisian. Ketika aparat bertindak di luar kewenangan, seringkali tidak ada mekanisme yang efektif untuk mengawasi dan menghukum pelaku pelanggaran.

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca