Opini  

Partai Coklat dan Bayangan Gelap bagi Demokrasi

Madurapers
Moh. Ridlwan, Koordinator Bidang Riset dan Pengabdian Masyarakat DPP IMASS.
Moh. Ridlwan, Koordinator Bidang Riset dan Pengabdian Masyarakat DPP IMASS.

Hal ini menciptakan impunitas yang mengakar, di mana polisi merasa dapat bertindak tanpa konsekuensi. Dalam konteks ini, partai coklat menjadi entitas yang tidak hanya melayani penguasa, tetapi juga memperkuat budaya korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Persoalan semakin kompleks ketika melihat bagaimana teknologi digunakan untuk memperkuat kontrol kepolisian. Di era digital, pengawasan masyarakat dapat dilakukan melalui pemantauan media sosial, pelacakan data pribadi, dan manipulasi informasi.

Teknologi yang seharusnya menjadi alat pemberdayaan, justru digunakan untuk mengekang kebebasan berekspresi dan mengendalikan narasi publik. Ketika polisi menjadi aktor dominan dalam pengelolaan informasi, masyarakat kehilangan akses terhadap informasi yang independen dan terpercaya.

Namun, ancaman ini tidak muncul begitu saja. Ada faktor struktural yang memungkinkan kepolisian menjadi begitu kuat secara politik. Salah satunya adalah sistem hukum yang lemah, di mana reformasi kepolisian tidak berjalan efektif pasca-Orde Baru.

Ketergantungan pemerintah pada aparat keamanan untuk menjaga stabilitas juga memperburuk situasi, karena menciptakan hubungan simbiosis antara penguasa dan kepolisian. Dalam banyak kasus, penguasa memberikan keleluasaan kepada aparat untuk bertindak tanpa pengawasan, selama tindakan tersebut menguntungkan rezim yang sedang berkuasa.

Untuk mengatasi persoalan ini, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan reformasi institusional, penguatan masyarakat sipil, dan desentralisasi kekuasaan.

Reformasi kepolisian harus menjadi prioritas, dengan memastikan bahwa institusi ini tidak hanya profesional, tetapi juga bertanggung jawab secara hukum dan moral kepada masyarakat. Selain itu, peran masyarakat sipil sangat penting dalam mengawasi tindakan kepolisian dan memastikan bahwa hak-hak individu dilindungi.

Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi aktif dari warganya untuk menolak segala bentuk represi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Fenomena partai coklat menggambarkan risiko besar bagi demokrasi Indonesia. Ketika kepolisian menjadi alat kekuasaan, batas antara negara hukum dan negara represif semakin tipis. Demokrasi hanya dapat bertahan jika institusi penegak hukum berfungsi sebagai pelindung rakyat, bukan sebagai pelayan penguasa.

Dengan memahami persoalan ini secara mendalam, diharapkan masyarakat dan pemimpin politik dapat bersama-sama membangun sistem yang lebih adil dan demokratis. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat melangkah menuju masa depan yang lebih baik, di mana hak asasi manusia dan kebebasan sipil benar-benar dihormati.

***Moh. Ridlwan, Koordinator Bidang Riset dan Pengabdian Masyarakat DPP. Ikatan Mahasiswa Sarjana Santri Syaichona Moh. Cholil (IMASS).