Jakarta – Program unggulan Pemerintahan Prabowo-Gibran, Makan Bergizi Gratis (MBG), mendapat alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Meski anggaran tersebut besar, masih dianggap belum mencukupi untuk menjamin kelancaran program hingga akhir tahun. Kondisi ini memunculkan berbagai usulan pendanaan tambahan.
Menurut Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, program MBG merupakan langkah konkret pemerintah untuk memastikan generasi muda memperoleh gizi sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Namun, sejak disahkan melalui Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN 2025 pada 17 Oktober, besarnya anggaran program ini menjadi sorotan publik. Untuk mengatasi keterbatasan dana, pemerintah mengembangkan skema pendanaan melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai daerah, dengan memanfaatkan APBN dan Dana Desa.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Sultan Bachtiar Najmudin, mengusulkan agar dana zakat juga digunakan untuk mendukung program ini. Namun, usulan ini tentu akan memicu pro dan kontra. Sebagian pihak akan menilai penggunaan dana zakat bertentangan dengan prinsip “gratis”, sedangkan pihak lain mendukung usulan tersebut dengan catatan program harus ditujukan kepada fakir miskin.
“Kalau program MBG ini menyasar fakir, miskin, maupun kelompok rentan, maka dana zakat bisa saja digunakan,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, Minggu (19/01/2025).
Fikri menekankan pentingnya akuntabilitas dalam pengelolaan dana zakat. Ia menyarankan agar dana dikelola lembaga resmi seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ).