Opini  

Peran Fatwa dalam Manajemen Risiko Bank Syariah

Madurapers
Penulis: Faris Ahmad Yasin adalah mahasiswa aktif Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, Depok
Penulis: Faris Ahmad Yasin adalah mahasiswa aktif Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, Depok (Sumber Foto: Faris Ahmad Yasin, 2025).

Perbankan syariah di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. Bank syariah beroperasi dengan mengikuti prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam hukum Islam, yang bertujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang adil dan transparan.

Salah satu elemen utama dalam pengelolaan bank syariah adalah manajemen risiko. Dalam konteks ini, fatwa atau keputusan-keputusan hukum yang dikeluarkan oleh otoritas agama, seperti Dewan Syariah Nasional (DSN), memiliki peran yang sangat penting.

 

Konsep Dasar Manajemen Risiko Bank Syariah

Manajemen risiko dalam konteks perbankan mencakup identifikasi, penilaian, pengendalian, dan pemantauan risiko yang dapat memengaruhi operasional bank. Bank syariah menghadapi risiko yang serupa dengan bank konvensional, seperti risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, dan risiko operasional. Namun, perbedaan mendasar terletak pada prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh bank syariah, yaitu larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (perjudian), yang harus dipertimbangkan dalam setiap transaksi.

Fatwa memainkan peran penting dalam mengatasi tantangan ini dengan memberikan pedoman yang jelas terkait transaksi yang sah menurut hukum Islam dan cara-cara untuk menghindari risiko yang berpotensi muncul akibat ketidakpatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah.

 

Peran Fatwa dalam Menentukan Akad yang Sah

Fatwa memberikan panduan terkait jenis akad (perjanjian) yang dapat digunakan dalam transaksi bank syariah. Akad yang sah merupakan bagian fundamental dari produk dan layanan yang ditawarkan bank syariah. Tanpa fatwa yang jelas, bank syariah dapat menghadapi risiko hukum dan operasional yang berisiko merugikan nasabah dan lembaga.

Dalam manajemen risiko, fatwa membantu mengurangi ketidakpastian dalam pelaksanaan akad, karena setiap akad yang digunakan harus sesuai dengan prinsip syariah. Sebagai contoh, dalam produk pembiayaan, bank syariah menggunakan akad seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan istisna’. Setiap akad ini memiliki karakteristik dan risiko yang berbeda, yang memerlukan fatwa untuk memastikan bahwa produk yang ditawarkan tidak mengandung unsur riba, gharar, atau maysir.

 

Fatwa sebagai Pengendali Risiko Kredit

Risiko kredit adalah salah satu risiko utama yang dihadapi oleh bank, termasuk bank syariah. Dalam bank syariah, risiko kredit dikelola dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yang bertujuan untuk menghindari pemberian pinjaman berbasis bunga atau riba. Fatwa berperan dalam menentukan produk-produk pembiayaan yang dapat digunakan oleh bank syariah untuk memberikan pembiayaan kepada nasabah.

Fatwa yang mengatur produk-produk seperti murabahah (jual beli dengan margin keuntungan), mudharabah (kemitraan bagi hasil), dan musyarakah (kerja sama bisnis) memberi pedoman jelas bagi bank syariah untuk memastikan bahwa pembiayaan yang diberikan sesuai dengan hukum Islam dan tidak mengandung elemen yang merugikan kedua belah pihak. Dengan adanya fatwa, bank syariah dapat mengelola risiko kredit dengan lebih baik, karena dapat memastikan bahwa semua transaksi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.