Opini  

Percaloan Rekrutmen Pekerja: Potret Perilaku Diskriminatif dan Eksploitatif

Abdul Mukhlis, pemerhati sosial, politik dan kebijakan publik, alumni Magister Ilmu Politik dengan Minat Studi Analisis Politik di Universitas Airlangga Surabaya
Abdul Mukhlis, pemerhati sosial, politik dan kebijakan publik, alumni Magister Ilmu Politik dengan Minat Studi Analisis Politik di Universitas Airlangga, Surabaya (Dok. Madurapers, 2025).

Praktik percaloan rekrutmen pekerja telah menjadi masalah serius dalam dunia ketenagakerjaan Indonesia. Praktik ini membebani pencari kerja dengan biaya tambahan yang tidak perlu dan menciptakan sistem rekrutmen yang diskriminatif serta eksploitatif Pekerjaan diberikan bukan berdasarkan kompetensi dan pengalaman, melainkan ditentukan oleh transaksi. Praktik ini menciptakan ketidakadilan bagi pencari kerja yang benar-benar memiliki kualifikasi, tetapi tersisih karena tidak mampu membayar sejumlah uang kepada perantara. Kejadian ini muncul ke permukaan setelah beberapa pihak merespon praktek ini seperti Wakil Menteri Ketenagakerjaan dan Gubernur Jawa Barat yang mengecam dan terungkap di media online dan media sosial.”

Percaloan rekrutmen pekerja berdampak luas terhadap ketimpangan sosial dan ekonomi. Bagi pencari kerja dari kelompok ekonomi bawah, sistem ini menjadi hambatan serius untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Pekerjaan lebih mudah didapat oleh yang mampu membayar, sedangkan pekerja miskin tersingkir. Selain itu, rekrutmen berbasis transaksi ini menyingkirkan pekerja kompeten yang tidak dapat mengikuti sistem kolutif, sehingga menurunkan kualitas pekerja yang direkrut.

Dampak lainnya adalah meningkatnya eksploitasi pekerja yang masuk melalui jalur percaloan sering kali harus tunduk pada hubungan kerja yang tidak adil seperti upah rendah, jam kerja panjang, dan kondisi kerja tidak layak. Bahkan kekerasan di tempat kerja mungkin terjadi dengan diawali rekruitmen yang buruk. Ketergantungan pada perantara membuat lebih sulit menuntut hak-hak dasarnya sebagai pekerja, menciptakan rantai eksploitasi yang semakin sulit diputus.

error:

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca