Petronas dan PT Elnusa Ingkar Janji, Nelayan Madura Ancam Kepung SKK Migas Jatim

Avatar
Aktivis Madura di Kantor Intel Polda Jatim saat menyerahkan surat pemberitahuan demo
Aktivis Madura di Kantor Intel Polda Jatim saat menyerahkan surat pemberitahuan demo. (Foto: Anaf/Madurapers, 2025)

Sampang – Gelombang kemarahan nelayan Pantura Madura akhirnya tak terbendung. Puluhan nelayan dari empat kecamatan, yakni Waru (Pamekasan), Sokobanah, Ketapang, dan Banyuates (Sampang), berencana menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di Kantor SKK Migas Jawa Timur.

Aksi ini dipicu ketidakjelasan pembayaran ganti rugi kerusakan rumpon (rumah ikan) akibat aktivitas survei seismik migas yang dilakukan oleh Petronas Carigali asal Malaysia bersama mitranya PT Elnusa.

Nelayan mengaku telah berulang kali mengalami kerugian tanpa ada kepastian tanggung jawab dari kedua perusahaan tersebut.

Faris Reza Malik, Koordinator Lapangan aksi asal Kecamatan Banyuates, menyatakan bahwa nelayan sudah terlalu lama bersabar. Mereka menuntut SKK Migas segera menekan Petronas dan Elnusa untuk menyelesaikan pembayaran ganti rugi secara transparan dan adil.

“Kami mewakili nelayan dari enam desa di Banyuates. SKK Migas harus berhenti jadi penonton. Kami turun ke jalan untuk memperjuangkan hak kami,” tegas Faris, Rabu (2/7/2025).

Imron Muslim, aktivis perwakilan dari Kecamatan Waru dan Sokobanah, menyampaikan bahwa SKK Migas memiliki tanggung jawab moral dan hukum dalam menyelesaikan konflik ini.

Ia menuding lembaga negara tersebut terlalu pasif dalam merespons laporan kerusakan rumpon nelayan.

“SKK Migas jangan cuci tangan. Kami ingin lembaga ini turun tangan langsung, bukan hanya mendampingi perusahaan. Jika dibiarkan, situasi ini bisa meledak jadi konflik horizontal,” ujarnya.

Sementara itu, Holik, salah satu nelayan korban, mengaku kecewa berat terhadap janji-janji yang tak ditepati oleh pihak perusahaan migas.

Ia menyebut Petronas dan PT Elnusa sebagai pihak yang tidak bisa dipercaya. “Kalau rumpon kami tidak diganti, kami tolak semua aktivitas Petronas di laut Banyuates. Mereka ingkar janji, kami tidak bisa percaya lagi,” kecam Holik dengan nada tegas.

Tuntutan nelayan bukan tanpa dasar. Mereka merujuk pada regulasi yang mewajibkan pelaku usaha bertanggung jawab atas dampak aktivitasnya, antara lain:

  • UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 huruf g: pelaku usaha wajib memberikan ganti rugi atas kerusakan dan kerugian; Pasal 19 ayat (1): pelaku usaha bertanggung jawab atas dampak barang/jasa yang dihasilkan;
  • UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 40 ayat (1): kontraktor wajib melindungi lingkungan hidup dan sosial masyarakat; Pasal 46: kegiatan usaha hulu wajib memperhatikan tanggung jawab sosial; dan
  • PP No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas Pasal 30: Kontraktor wajib mengganti kerugian pihak yang dirugikan akibat kegiatan usaha.

Para aktivis menilai sikap bungkam SKK Migas justru memperbesar ketegangan. Sebagai lembaga pengatur dan pengawas kegiatan hulu migas, SKK Migas dinilai memiliki peran strategis untuk mencegah konflik dan mendorong penyelesaian yang berpihak pada masyarakat.

“Kalau SKK Migas tetap pasif, jangan salahkan masyarakat bila memilih langkah yang lebih tegas. Kami tak akan tinggal diam saat hak hidup kami dirampas oleh eksploitasi asing,” tegas Imron.

Aksi pada 14 Juli 2025 mendatang diperkirakan menjadi aksi demonstrasi terbesar nelayan Madura terhadap industri migas, sekaligus menjadi peringatan keras kepada perusahaan asing dan lembaga negara yang dinilai abai terhadap keadilan sosial.