Sampang – Wacana penundaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Sampang kembali mencuat. Setelah sebelumnya dijadwalkan pada 2025, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang kini mewacanakan kembali pelaksanaannya diundur hingga 2027.
Alasan penundaan tersebut terus menjadi sorotan publik karena menyangkut hak demokratis masyarakat desa. Pemkab Sampang mengemukakan sejumlah argumentasi hambatan regulasi, administratif, dan teknis untuk menguatkan wacana ini.
Meski demikian, terlepas dari pro kontra penundaan Pilkades, penting untuk kembali memahami esensi Pilkades sebagai bagian fundamental dari demokrasi. Lalu pertanyaannya, apa itu Pilkades? Berikut penjelasannya dari sumber yang kompeten.
Pilkades bukan sekadar rutinitas politik, tetapi bentuk nyata kedaulatan rakyat di tingkat desa. “Pilkades merupakan pilar utama demokrasi desa yang memberi ruang langsung bagi masyarakat menentukan pemimpinnya,” tegas Ahmad Mudabbir, praktisi hukum di Jawa Timur (Jatim). Ia menilai bahwa demokrasi sejati berawal dari desa.
Pilkades memperlihatkan bahwa kedaulatan rakyat tidak hanya hidup di tingkat nasional, melainkan menjalar hingga ke unit terkecil pemerintahan. Warga desa memiliki hak memilih pemimpinnya secara langsung dan bebas.
Proses pemilihan ini menekankan prinsip keadilan, transparansi, dan partisipasi aktif masyarakat. Semangat tersebut menjadi fondasi kuat bagi sistem demokrasi yang sehat dan berdaya tahan.
Pelaksanaan Pilkades berlandaskan regulasi yang berjenjang dan komprehensif. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Daerah dan Bupati menjadi pedoman hukum yang mengatur prosesnya.
Pemerintah daerah menyesuaikan teknis pelaksanaannya melalui peraturan lokal untuk menjaga relevansi dengan kondisi desa. Dengan demikian, legalitas dan ketertiban dalam Pilkades dapat terjaga dengan baik.