Jakarta – Revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) yang telah disahkan sebagai usul inisiatif DPR menuai beragam reaksi. Salah satu poin kontroversial dalam RUU ini adalah pemberian izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi, yang mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa DPR akan memberikan ruang diskusi bagi seluruh elemen masyarakat terkait revisi UU Minerba. Ia menyatakan bahwa perguruan tinggi dan masyarakat umum dapat menyampaikan aspirasi mereka dalam proses pembahasan lebih lanjut.
RUU Minerba ini merupakan revisi ketiga dari UU Nomor 4 Tahun 2009 yang disusun oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Salah satu ketentuan yang menarik perhatian adalah prioritas izin usaha pertambangan untuk organisasi masyarakat keagamaan, perguruan tinggi, dan UMKM.
Kebijakan tersebut menuai kritik karena dinilai berpotensi menimbulkan risiko jika tidak diatur secara ketat. Sejumlah pihak khawatir bahwa perguruan tinggi akan terdorong untuk berorientasi pada bisnis, menggeser fungsi utamanya sebagai lembaga pendidikan dan penelitian.
Puan menyatakan bahwa DPR siap menampung berbagai masukan dan tidak ingin ada kesalahpahaman dalam pembahasan RUU ini. Ia menegaskan pentingnya membuka ruang dialog agar semua pihak dapat mencapai titik temu yang terbaik.
Ia juga meminta publik untuk tidak terburu-buru menaruh kecurigaan terhadap revisi UU Minerba ini. Menurutnya, pembahasan harus dilakukan secara komprehensif demi memastikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat dan dunia pendidikan.
Salah satu kritik datang dari akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menilai bahwa perguruan tinggi seharusnya tetap fokus pada pendidikan dan riset. Menurutnya, kampus bukanlah entitas bisnis yang seharusnya mengelola pertambangan secara langsung.