Tahun 2024 banyak sekali diwarna kecelakaan kerja (KK). Per November 2024, angkanya mencapai 360.635 kasus berdasarkan pengajuan klaim JKK di BP Jamsostek. Angkanya naik 35,92 persen dari tahun sebelumnya dengan 265.334 kasus.
KK dalam 7 tahun terakhir mengalami peningkatan signifikan. Kenaikan terendah, pada tahun 2019 dengan angka kenaikan 9.420 kasus dan kenaikan tertinggi pada tahun 2023 dengan angka kenaikan 95.301 kasus. Data itu menunjukkan, kondisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memprihatinkan dan tempat kerja menjadi tempat yang rentan bahaya yang setiap saat bisa memakan korban bagi pekerja dan orang yang ada di sekitarnya.

K3 sebagai salah satu prasyarat dari suatu pekerjaan layak bagi kemanusiaan jauh dari harapan dan tidak bisa terwujud seutuhnya melalui setiap instrument dan sumber daya yang dimiliki negara termasuk dukungan regulasi yang tidak memberikan efek jera dan mengikat bagi para pelaku usaha.
Privilege Hilirisasi Nikel
Sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) era Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kemenko Maritim dan Investasi, yaitu hilirisasi nikel yang dalam kenyataannya tidak hanya memangkas prosedur yang harus dilakukan oleh penanam modal tetapi yang lebih subtansial mengabaikan prinsip-prinsip kerja dalam penerapan K3 dan perlindungan pekerja.
Asdep. Bid. Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenkomarves Tubagus Nugraha mengungkapkan, pemerintah memberikan berbagai fasilitas perizinan, baik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Percepatan investasi yang mengabaikan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja yang masih memandang bahwa K3 sebagai ‘beban’ bagi perusahaan yang perlu dihindari atas nama efisiensi. Pengalokasian investasi yang mengejar kuantitas produksi tanpa mempertimbangkan keberlanjutan produksi; penciptaan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat; dan tanggungjawab sosial dan lingkungan pada akhirnya terjebak pada risiko bahaya yang tidak terkendali.
Kebijakan itu didorong melalui UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 6 ayat (1), “Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Namun ada pengecualian di ayat (2), “Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.” Kedua pasal di atas tidak pengalami perubahan dalam UU Cipta Kerja sehingga berlaku efektif.
Kenyataannya, privilege yang teregalisasi dalam regulasi akhirnya berbuah ‘pengabaian’ dengan dalih ada pengecualian yang bisa digunakan sebagai dasar normatif walaupun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Akibatnya, proses operasi smelter meninggalkan banyak masalah K3.
Lemahnya Regulasi Keselamatan Kerja
Secara normatif, K3 merupakan salah satu bagian penting dalam Hukum Ketenagakerjaan. Secara geneologis, Itu dapat dilihat dalam UU Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja yang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap K3. Dari UU ini melahirkan UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.