Jakarta – Nilai tukar rupiah kembali tertekan terhadap dolar AS, ditutup di Rp16.390 per dolar pada Kamis, 19 Juni 2025. Meski sempat menguat ke Rp16.355 pada Jumat pagi, tekanan eksternal masih membayangi rupiah, Sabtu (21/06/2025).
Salah satu penyebabnya adalah menguatnya indeks dolar AS ke level 98,91, mencerminkan dominasi dolar terhadap enam mata uang utama dunia seperti euro dan yen. Ketika indeks ini naik, nilai tukar rupiah cenderung ikut melemah karena investor lebih memilih menyimpan dolar.
Tekanan ini diperbesar oleh kenaikan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun menjadi 6,75%. Kenaikan ini menunjukkan bahwa pemerintah harus menawarkan bunga lebih tinggi agar obligasinya tetap menarik di tengah ketidakpastian global.
Sementara itu, imbal hasil surat utang pemerintah Amerika Serikat dengan tenor 10 tahun—yang dikenal sebagai US Treasury Note—turun ke 4,391%. Penurunan ini sedikit membantu karena selisih imbal hasil dengan SBN Indonesia makin lebar, memberi insentif bagi investor asing untuk kembali masuk.
Namun, data aliran modal menunjukkan bahwa investor asing masih cenderung berhati-hati. Dari 16 hingga 19 Juni 2025, mereka mencatat jual neto sebesar Rp2,04 triliun, terutama di pasar saham dan surat berharga Bank Indonesia (SRBI).