RUU TNI Disahkan, Demokrasi Indonesia di Ujung Tanduk?

Madurapers
Universitas Paramadina bekerja sama dengan LP3ES mengadakan diskusi bertajuk "Militerisasi di Pemerintahan Prabowo-Gibran: Sebuah Pengkhianatan terhadap Reformasi?"
Universitas Paramadina bekerja sama dengan LP3ES mengadakan diskusi bertajuk "Militerisasi di Pemerintahan Prabowo-Gibran: Sebuah Pengkhianatan terhadap Reformasi?" (Sumber Foto: Arief Tito/Universitas Paramadina, 2025).

Ia menegaskan bahwa reformasi sektor keamanan harus dilakukan secara menyeluruh. Netralitas institusi keamanan, baik TNI maupun Polri, harus dijaga agar tidak semakin dipolitisasi.

Sementara itu, Wijayanto, Direktur Pusat Kajian Media & Demokrasi LP3ES, menyatakan bahwa militer seharusnya fokus pada pertahanan negara. Menurutnya, keterlibatan militer dalam pemerintahan sipil merupakan langkah mundur bagi demokrasi.

Wijayanto mengkhawatirkan kembalinya dwi fungsi militer yang dapat mengarah pada otoritarianisme. Ia menilai bahwa praktik ini bisa menyeret Indonesia kembali ke pola pemerintahan Orde Baru.

Menurutnya, pengesahan RUU TNI membuka peluang bagi militer untuk lebih banyak menduduki jabatan sipil. Hal ini dinilainya sebagai ancaman serius terhadap agenda reformasi politik.

Wijayanto menyebut fenomena ini sebagai bentuk “kudeta merangkak”. Ia mengkritik elite politik yang justru berkompromi dengan militer demi kepentingan mereka sendiri.

Ia menekankan bahwa parlemen harus lebih tegas dalam mengawasi kebijakan yang berpotensi melemahkan demokrasi. Reformasi yang telah diperjuangkan tidak boleh dihancurkan oleh kepentingan politik sesaat.

Jika tren ini terus berlanjut, Indonesia berisiko mengalami kemunduran demokrasi yang signifikan. Keterlibatan aktif masyarakat sipil diperlukan untuk mengawal jalannya reformasi agar tidak dikhianati.