Kesejahteraan masyarakat masih rendah, tercermin dari peringkat IPM yang juga berada di posisi kedua terendah di Jawa Timur. Peningkatan kualitas SDM menjadi tantangan utama yang harus segera diatasi. “IPM rendah menunjukkan bahwa pembangunan manusia masih belum optimal,” ujar Musawwir.
Kapasitas fiskal yang rendah menjadi kendala dalam pembiayaan pembangunan. Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD masih kecil, sehingga ketergantungan pada transfer pusat tinggi. “Pemkab harus lebih kreatif dalam menggali potensi PAD, seperti optimalisasi pajak daerah,” katanya.
Belanja operasional yang tinggi, terutama dominasi belanja pegawai, membatasi ruang fiskal untuk pembangunan. Anggaran lebih banyak terserap untuk biaya rutin dibandingkan belanja produktif. “Struktur APBD harus diubah agar lebih proporsional antara belanja operasional dan modal,” imbuh Musawwir.
Belanja modal untuk pembangunan masih rendah, sehingga investasi infrastruktur dan layanan publik belum optimal. Porsi belanja modal yang kecil menghambat realisasi proyek strategis. “Alokasi anggaran harus lebih berorientasi pada pembangunan jangka panjang,” katanya.
Reformasi birokrasi di Bangkalan juga masih menjadi pekerjaan rumah yang mendesak. SETDA Jatim menilai bahwa efektivitas pemerintahan daerah masih perlu perbaikan signifikan. “Pemkab perlu mempercepat reformasi birokrasi agar pelayanan publik lebih efisien,” ujar Musawwir.
Sebagai solusi, Pemkab Bangkalan harus melakukan optimalisasi sumber pendapatan daerah, efisiensi belanja, dan percepatan reformasi birokrasi. Digitalisasi layanan publik, penguatan UMKM, dan investasi infrastruktur menjadi kunci utama. “Tanpa langkah nyata, tantangan ini sulit diatasi,” tegas Musawwir.
