Ia juga mengingatkan bahwa insiden serupa sudah pernah terjadi, seperti pada tragedi KMP Yunicee tahun 2021. Kala itu, ditemukan kelebihan muatan, manifes tidak akurat, dan minimnya alat keselamatan.
“Ini bukan yang pertama, dan jika tidak ada perbaikan sistemik, ini juga berpotensi bukan yang terakhir. Pengawasan yang lemah, birokrasi yang permisif, dan operator yang abai telah menciptakan rantai kelalaian yang berujung pada jatuhnya korban jiwa,” tegasnya.
Rofik mendesak agar investigasi menyeluruh segera dilakukan oleh KNKT dan Kementerian Perhubungan. Menurutnya, audit nasional atas seluruh moda penyeberangan penting dilakukan, termasuk digitalisasi dan integrasi data manifes.
Ia menekankan perlunya penegakan hukum tegas terhadap pihak yang lalai dalam kecelakaan ini. Selain itu, ia mendorong revisi aturan teknis agar safety induction menjadi kewajiban yang diawasi sebelum kapal berangkat.