Bangkalan – Pengesahan UU Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa memunculkan optimisme dan kekhawatiran di kalangan masyarakat desa. UU Desa ini hadir sebagai perubahan kedua atas UU Nomor 6 Tahun 2014 dan membawa sejumlah perubahan penting.
Perubahan paling mencolok terlihat pada perpanjangan masa jabatan kepala desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi delapan tahun. Sebelumnya, masa jabatan mereka hanya enam tahun dengan batas maksimal tiga periode.
Wahyudi, Dosen Universitas Bahaudin Mudhary Madura (UNIBA Madura), menilai kebijakan ini memiliki sisi positif dan negatif. “Perpanjangan masa jabatan bisa menciptakan stabilitas kepemimpinan, tapi juga berisiko menghambat regenerasi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa stabilitas yang dimaksud bisa memperkuat pelaksanaan program pembangunan desa jangka panjang. Namun, Wahyudi juga mengingatkan bahwa kontrol sosial dan pengawasan dari masyarakat harus tetap dijaga.
UU Desa terbaru juga mengatur peningkatan alokasi dana desa menjadi minimal 10% dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil kabupaten/kota. Ketentuan ini bertujuan mempercepat pembangunan desa secara merata.
Menurut Wahyudi, peningkatan dana ini sangat potensial jika dikelola secara akuntabel. “Tantangannya ada pada kapasitas aparatur desa dalam perencanaan dan pelaporan,” tegasnya.
UU ini juga menghadirkan kebijakan baru mengenai hak desa atas dana konservasi dan rehabilitasi bagi wilayah di kawasan lindung. Dana tersebut diharapkan mendukung pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan.