Viral Intimidatif LSM, Kadisdik Sumenep Tegas Pentingnya Etika saat Kritik Sekolah

Admin
Kepala Dinas Pendidikan Sumenep, Agus Dwi Saputra saat diwawancarai media ini beberapa waktu lalu
Kepala Dinas Pendidikan Sumenep, Agus Dwi Saputra saat diwawancarai media ini beberapa waktu lalu (Sumber Foto: Fauzi/Madurapers, 2025).

Sumenep – Dunia pendidikan Kabupaten Sumenep diguncang oleh insiden tak terpuji di Pulau Kangean. Seorang anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terekam kamera mengamuk di ruang guru SDN Duko 1 Arjasa, pada Senin (26/05/2025).

Aksi intimidatif yang dilakukan oleh pria bernama Muhlis itu memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk Dinas Pendidikan (Disdik) dan Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep.

Dalam video yang beredar luas di media sosial, Muhlis yang dikaitkan dengan LSM Bidik terlihat membentak guru, membanting meja, dan menciptakan suasana yang mencekam. Beberapa murid yang menyaksikan kejadian tersebut dilaporkan mengalami trauma dan berteriak ketakutan.

Kepala Dinas Pendidikan Sumenep, Agus Dwi Saputra, angkat bicara terkait insiden ini. Ia menyayangkan keras tindakan tersebut dan menegaskan bahwa aksi intimidasi bukanlah cara yang bijak dalam menyampaikan aspirasi.

“Laporan dari pengawas sekolah sudah kami terima. Kami sangat prihatin dan menyesalkan kejadian itu. Setiap kunjungan ke institusi pendidikan seharusnya dilakukan dengan adab dan etika. Tidak bisa seenaknya masuk lalu marah-marah di hadapan guru,” ujar Agus, Rabu (28/05/2025).

Menurutnya, persoalan apapun yang menyangkut sekolah seharusnya diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan, bukan dengan kekerasan—baik verbal maupun fisik.

“Kalau memang ada kesalahan dari pihak sekolah, ada mekanisme klarifikasi yang bisa ditempuh. Kepala sekolah pun sudah bersikap terbuka. Tapi tindakan seperti ini justru mencoreng dunia pendidikan dan menebar ketakutan di lingkungan belajar,” imbuhnya.

Senada dengan Agus, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS), Mulyadi, juga mengutuk keras aksi yang dinilai mencederai nilai-nilai pendidikan tersebut. Ia menyebut tindakan Muhlis sebagai bentuk kekerasan nonfisik yang tak bisa ditoleransi.