Sumenep – Penolakan terhadap rencana survei seismik 3D di perairan dangkal West Kangean, Sumenep, terus bergulir kencang. Kini, suara penolakan datang dari parlemen lokal, Jumat (27/06/2025).
Anggota Komisi III DPRD Sumenep, Akhmadi Yasid, secara tegas menyatakan bahwa kegiatan tersebut layak dihentikan bila tak membawa manfaat langsung bagi masyarakat Pulau Kangean.
“Kalau rakyat Kangean hanya dijadikan penonton dan tidak mendapat bagian yang adil dari sumber daya alamnya sendiri, survei seismik ini tidak punya legitimasi sosial. Harus ditolak!” tegas Yasid, politisi PKB kepada media ini, Kamis (26/06/2025).
Ia menilai, keresahan warga dan mahasiswa adalah bentuk nyata dari ketimpangan yang selama ini terjadi. Infrastruktur minim dan hasil eksplorasi migas yang tidak menyentuh rakyat menjadi akar ketidakpuasan tersebut.
Sudah saatnya negara hadir menjamin bahwa hasil alam Kangean benar-benar untuk kesejahteraan rakyatnya. Kalau dari awal saja tidak berpihak, lebih baik dihentikan sekarang juga,” lanjutnya.
Yasid juga menyoroti persoalan fiskal. Ia menilai hasil eksploitasi migas yang dicatat sebagai milik provinsi dan bukan daerah penghasil, hanya mempertegas ketimpangan. “Saatnya keadilan fiskal jadi kenyataan, bukan hanya jargon,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Perekonomian dan SDA Sekretariat Daerah Sumenep, Dadang Dedy Iskandar, merespons penolakan tersebut dengan menyatakan bahwa survei seismik merupakan bagian dari kebijakan energi nasional yang tidak bisa dihentikan oleh Pemkab Sumenep.
“Kegiatan ini adalah kewenangan pemerintah pusat. Pemkab hanya memfasilitasi, bukan pihak yang menyetujui atau menghentikan,” kata Dadang.
Ia menegaskan bahwa kegiatan survei adalah langkah awal sebelum eksplorasi dan eksploitasi migas, dan hal itu dilakukan untuk menjaga ketahanan energi nasional, bukan kepentingan lokal semata.
Di sisi lain, Kangean Energy Indonesia (KEI) juga angkat suara. Dalam siaran persnya, perusahaan menyayangkan pemberitaan media yang dianggap sebagai bentuk provokasi terhadap kegiatan mereka.
Manajemen KEI menegaskan bahwa mereka adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sah di bawah kendali SKK Migas dan Kementerian ESDM. Seluruh aktivitasnya, kata mereka, telah sesuai dengan regulasi nasional.
“Kegiatan migas di pulau kecil dibolehkan selama tidak berada di zona konservasi dan telah memiliki izin lokasi serta pengelolaan yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU PWP3K,” ujar perwakilan manajemen KEI dalam rilisnya.
Mereka juga menyebut telah mengantongi dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) yang menjadi syarat dasar bagi aktivitas pemanfaatan ruang laut sesuai rencana tata ruang yang berlaku.