Tokoh  

Amartya Sen: Pencerahan Kemanusiaan dalam Pembangunan

Amartya Sen tidak sekadar seorang akademisi; ia adalah seorang pencerah yang memandu kita melewati kegelapan ketidakadilan dan ketidaksetaraan. Dengan pandangannya yang berani tentang pembangunan manusia, ia telah membakar semangat keadilan sosial dan kemanusiaan di seluruh dunia
Amartya Sen tidak sekadar seorang akademisi; ia adalah seorang pencerah yang memandu kita melewati kegelapan ketidakadilan dan ketidaksetaraan. Dengan pandangannya yang berani tentang pembangunan manusia, ia telah membakar semangat keadilan sosial dan kemanusiaan di seluruh dunia (Dok. Madurapers, 2024).

Dalam gemerlapnya dunia akademis, terdapat sosok yang tidak hanya membanggakan gelarnya, tetapi juga menyerukan suara kemanusiaan yang meresap dalam setiap kata-katanya. Amartya Sen, seorang filsuf, ekonom, dan pemikir sosial asal India, telah mengukir jejak yang mendalam dalam kajian pembangunan manusia.

Dengan ketajaman intelektualnya, Sen telah memberikan pandangan baru tentang pentingnya memperjuangkan keadilan sosial dan pemberdayaan individu dalam upaya mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

Amartya Sen dilahirkan pada 3 November 1933 di Santiniketan, sebuah kota kecil di Benggala Barat, India. Pendidikan awalnya di bidang ekonomi di Universitas Kolkata membentuk landasan kuat bagi perjalanannya dalam menjelajahi kompleksitas masalah sosial dan ekonomi.

Namun, kecerdasannya melampaui batas disiplin ilmu tersebut, dengan minatnya yang meluas ke filsafat, etika, dan kajian politik.

Salah satu kontribusi paling monumental dari Sen adalah gagasannya tentang “Kapasitas Kehidupan” (capability approach). Ia menekankan pentingnya tidak hanya melihat kesuksesan pembangunan dari sudut pandang ekonomi, tetapi juga dari sudut pandang kemampuan individu untuk hidup dengan martabat dan kebebasan.

Menurutnya, pembangunan yang sejati adalah yang mampu meningkatkan kebebasan manusia untuk hidup sebaik mungkin, bukan hanya sekadar meningkatkan pendapatan ekonomi. Pandangan Sen tentang kemiskinan, kelaparan, pendidikan, dan kesehatan tidak hanya dilihat sebagai masalah ekonomi, melainkan juga sebagai masalah hak asasi manusia.

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca