Bangkalan – Demokrasi (democracy) ramai diperbincangan oleh khalayak jelang Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Pelaksanaan pemilu ini, ada kalangan yang mengatakan akan berjalan demokratis dan ada juga yang mengatakan tidak demokratis. Namun, kedua pendapat itu sama-sama menjelaskan pentingnya pengawasan proses pemilihan tersebut, Rabu (20/12/2023).
Demokrasi yang dimaksudkan oleh kalangan tersebut, ungkap Mashuri, adalah demokrasi elektoral (electoral democracy). Lalu apa itu demokrasi elektoral? Berikut pejelasan Mashuri Arow aktivis reformasi 1998.
Menurut mantan Ketua PC PMII DI Yogyakarta ini, secara teori di negara demokrasi rakyat dimuliakan. Hal ini karena kekuasaan penyelenggara negara bersumber dari rakyat. Konsep demokrasi, kata Mashuri, sangat indah didengar. Mengapa? Kata Mashuri, karena sistem politik atau pemerintahan ini mengusung konsep “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. “Sungguh indah benar didegar kuping kita dan dipandang mata kita!” Kata Mashuri.
Demokrasi elektoral operasional kerjanya berada dalam pelaksanaan Pemilu dan varian-variannya. Karena itu, konsepnya kata Mashuri peneliti Lembaga studi Perubahan dan Demokrasi (LsPD), berada dalam kriteria demokrasi politik, bukan demokrasi dalam arti luas. Pemilihan politik/pemimpin politik, seperti Pilpres, Pemilu, dan Pemilukada, adalah ruang implementasinya.
Petanda (variabel/indikator) pemilihan tersebut dapat dikatakan “demokratis”, jika ada “kontestasi politik, partisipasi politik, dan jaminan hak-hak politik dan kebebasan sipil”. Tanpa ada salah satunya apalagi semuanya dari petanda tersebut, pelaksanaan pemilihan tidak dapat dikatakan “demokratis”.