Para santri menilai tayangan Xpose Uncensored di Trans7 telah menampilkan narasi sesat dan melecehkan sejumlah kiai terkemuka, termasuk KH. Anwar Manshur (Lirboyo, Kediri) dan KH. Ali Mustakim, Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum Lepelle, Sampang.
“Trans7 telah menyajikan tayangan tentang pesantren tanpa riset dan data yang valid. Mereka memakai potongan video guru kami secara sembrono,” katanya.
Aksi juga diwarnai dengan simbol pemukulan beduk yang disebut massa sebagai tanda “gendang perang moral santri”, meski mereka menegaskan aksi berlangsung damai dan bermartabat.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan di depan The Trans Icon, HIASAN-MU menyampaikan lima tuntutan utama:
- Chairul Tanjung, Trans7, dan tim Xpose Uncensored wajib menyampaikan permintaan maaf resmi dan terbuka kepada KH. Ali Mustakim (Pengasuh Ponpes Miftahul Ulum Lepelle, Sampang), seluruh santri dan simpatisan pesantren, seluruh kiai dan pesantren di Indonesia. Permintaan maaf harus disiarkan secara nasional dengan durasi setara tayangan yang dianggap mencemarkan nama baik pesantren.
- Trans7 diminta memberikan klarifikasi publik terkait proses produksi tayangan Xpose Uncensored, termasuk sumber narasi, verifikasi data, dan alasan framing yang merugikan pesantren.
- Menuntut sanksi internal terhadap tim produksi Xpose Uncensored, mulai dari reporter hingga redaktur, atas dugaan pelanggaran kode etik jurnalistik.
- KPI diminta menjatuhkan sanksi tegas kepada Trans7 karena dinilai melanggar etika penyiaran dan merusak citra lembaga pendidikan pesantren.
- Jika tuntutan tidak dipenuhi dalam waktu 3×24 jam, HIASAN-MU akan:
- Menggelar aksi massa besar-besaran secara damai,
- Mengajukan gugatan hukum atas dasar pencemaran nama baik pesantren,
- Menyerukan boikot nasional terhadap seluruh jaringan TransCorp dan Trans7.
Mat Jusi menegaskan, pernyataan maaf yang pernah disampaikan Trans7 sebelumnya dianggap tidak menyentuh substansi persoalan.
Ia menilai stasiun televisi sebesar Trans7 tidak bisa cuci tangan hanya dengan menyalahkan rumah produksi.
“Masa iya media sebesar itu tidak mengontrol kontennya sendiri? Ini soal tanggung jawab etik, bukan sekadar teknis,” tegasnya.
Ia juga menyinggung posisi Chairul Tanjung sebagai tokoh besar di dunia bisnis dan politik nasional, namun menekankan bahwa tuntutan santri bukan bersifat pribadi.
“Kami tahu siapa CT. Tapi ini bukan soal pribadi. Ini soal tanggung jawab moral dan etika media,” ujarnya.
Santri dan alumni Miftahul Ulum menyatakan akan terus melanjutkan perlawanan moral hingga Trans7 dan Chairul Tanjung menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada KH. Ali Mustakim dan seluruh pesantren di Indonesia.