Sebelum turun aksi kajian secara teoritis empiris dilakukan, bahkan melibatkan para guru besar di berbagai universitas. Jadi, bisa dibilang aksi unjuk rasa bukan sembarang aksi, melainkan aksi dengan strategi dan teori yang matang.
Banyak spekulasi mengenai aksi mereka, seperti ditunggangi, tidak ada kerjaan, aksi anarkis, tidak bermoral, dan masih banyak lagi. Secara faktual harus diakui banyak terjadi tindakan anarkis saat aksi berlangsung, dimana mahasiswa tidak bisa mengelak hal tersebut, akan tetapi perlu dikritisi kembali siapa dalang di balik semua itu, siapa yang bertindak anarkis terlebih dahulu?
Tanggal 11 April 2022, viral di media sosial mahasiswa di berbagai PTN/PTS mengalami luka dan cedera akibat dipukul oleh oknum polisi, sampai sekarang hal itu masih diselidiki oleh mahasiswa, tentunya bersama pihak yang berwenang.
Setiap aksi demontrasi bisa dipastikan banyak provokator di dalamnya, dimana akibat provokasi itu terjadi chaos. Pastinya kita bisa menilai siapa yang memegang senjata lengkap?
Secara empiris aksi demonstrasi berhasil atau tidaknya tergantung dari konsep atau strategi yang mereka bangun, apakah suara mereka akan betul-betul didengar oleh pejabat pemerintah atau tidak, maka dari itu sebelum aksi terdapat beberapa tahapan yang di lakukan, mulai dari kajian, konsolidasi dan teknis lapangan.
Dari beberapa narasi di atas bisa kita disimpulkan bahwa setiap demo/demonstrasi tidak konstan, membenarkan tindakan anarkis, narsistik, dan boneka oposisi partai politik, melainkan dikaji secara mendalam fakta yang melatarbelakangi aksi tersebut.
Hal ini karena sebagai insan yang kritis (berilmu) tidak boleh gampang melontarkan spekulasi yang abstrak, apalagi orang tersebut hanya mendapat informasi dari medsos, jadi saringlah sebelum sharing.
Hoirul Anam, mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
