Buleleng – Di bawah langit cerah Pantai Lovina, Buleleng, Bali, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menegaskan komitmennya kembali terhadap pariwisata berkelanjutan melalui peluncuran Gerakan Wisata Bersih (GWB). Mengacu pada rilis resmi Biro Komunikasi Kemenpar pada Minggu (22/06/2025), gerakan ini bertujuan mengalihkan arus wisata dari Bali Selatan menuju wilayah utara, barat, dan timur pulau, Minggu (22/06/2025).
Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar), Ni Luh Puspa, mengungkapkan kekhawatiran terhadap ketimpangan distribusi wisatawan di Bali. Ia menyatakan bahwa persoalannya bukanlah overtourism, tetapi ketergantungan pariwisata yang terlampau berat di satu kawasan saja.
“Bagaimana mengawali untuk menyebarkan turis ini bisa sampai ke Bali Barat, Bali Utara, juga Bali Timur, adalah dengan hal mendasar. Kita harus membuat satu inisiatif yang menaikkan nama tempat itu dan GWB inilah salah satunya, maka kita pilih Pantai Lovina sebagai lokasi kegiatan,” ujar Ni Luh Puspa tegas di hadapan para peserta.
Lovina dipilih bukan tanpa alasan—pantai ini merupakan poros utama pariwisata di Bali Utara. Dengan pemandangan laut yang tenang dan pesona lumba-lumba di pagi hari, kawasan ini menjadi simbol potensi wisata yang belum sepenuhnya tergali.
Ni Luh Puspa menekankan bahwa kualitas pengalaman wisata bergantung pada kebersihan destinasi. Menurutnya, kesan pertama wisatawan ketika tiba di sebuah tempat sering kali ditentukan oleh aspek yang paling sederhana: bersih atau tidaknya lokasi tersebut.
“Apa itu? Pengalaman ketika datang bersih atau tidak (destinasinya), itu saja sudah mempengaruhi keinginan (wisatawan). Ketika baru dilantik, saya sudah mendapatkan banyak sekali pesan bahwa destinasi kita kotor, toilet tidak bersih, dan sebagainya. Hingga akhirnya kami buatlah Gerakan Wisata Bersih,” katanya dalam pernyataan jujur yang memicu refleksi mendalam.
Melalui GWB, Kemenpar tidak hanya menggelar aksi bersih-bersih massal, tapi juga merancang kampanye edukatif untuk mengubah pola pikir wisatawan dan masyarakat lokal. Tempat sampah yang ramah lingkungan dan sistem pengelolaan berbasis komunitas menjadi bagian integral dari pendekatan ini.
Gerakan ini dirancang sejalan dengan indikator “health and hygiene” dalam Travel and Tourism Development Index (TTDI). Tujuannya jelas: menaikkan daya saing pariwisata Indonesia di tingkat global, tanpa mengorbankan kelestarian alam dan kenyamanan pengunjung.
