Bunyinya yakni, setiap pelaksana, peserta dan tim sukses dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain. Pada huruf d memuat larangan menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat dan pada huruf e mengatur larangan kampanye yang mengganggu ketertiban umum.
Pelanggaran terhadap Pasal 280 ayat (1) huruf c, d, dan e tersebut akan dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 521 UU Pemilu.
“Berkaitan dengan hasutan dan ujaran kebencian ini ada sanksi pidananya,” ujarnya.
Totok juga menegaskan pemilu merupakan alat untuk mencari pemimpin bangsa yang berkarakter dan berpikiran negarawan.
Jelas dia, “Jangan sampai ada pemilu, lalu panas-panasan, pelintir-pelintiran. Jangan sampai itu terjadi, karena demokrasi bukan alat pemecah belah bangsa.”
Diskusi yang diadakan Pusad Paramadina dan Mafindo itu dihadiri dari berbagai majelis agama. Majelis itu seperti PHDI, Matakin, WALUBI, LDII, Muslimat NU, Muhammadiyah, dan PGI.
