Berdasarkan informasi yang dikutip dari madura.tribunnews.com, hasil produksi garam milik rakyat Madura, khususnya Kabupaten Sumenep di tahun 2020, tidak terserap berjumlah 80 ribu ton. Alasan tidak terserapnya garam milik rakyat itu, masih sama seperti yang terjadi di tahun 2019, yaitu karena harga anjlok dan berkisar Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu/ton. Menurut petani garam, harga tersebut tidak dapat mengimbangi modal yang dikeluarkan oleh mereka. Lalu mungkinkah kemerdekaan yang sejati itu dapat dikatakan terwujud?. Jawabannya ada di benak pembaca sekalian.
Sumber Migas di Madura
Selain menjadi daerah penghasil garam terbesar di Indonesia, Madura juga terkenal dengan kekayaan perut bumi di dasar lautan, yaitu sumber minyak dan gas (Migas). Terdapat banyak sumber migas di lautan Madura, seperti di sekitar perairan Kabupaten Sumenep, diantaranya Pulau Pagerungan, Pulau Masalembu, perairan Pasongsongan. Bahkan di kabupaten lain yang ada di Madura juga terdapat sumber Migas, salah satunya adalah Kabupaten Sampang.
Namun sekalipun demikian, lagi-lagi fakta mengecewakan hadir di tengah-tengah penderitaan masyarakat Madura. Sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang bergerak di bidang pengelolaan migas telah melakukan eksploitasi di Madura. Akan tetapi, keberadaan perusahaan tersebut belum berdampak besar terhadap perekonomian daerah, karena Madura disebut bukan daerah penghasil Migas. Sehingga dana bagi hasil (DBH)-nya pun menjadi kecil.
Kemandirian Ekonomi Sebagai Kunci
Kekayaan bumi Madura sebenarnya sangat melimpah, bahkan tidak akan habis tujuh turunan untuk memakmurkan rakyatnya. Akan tetapi hal tersebut tidak kian terwujud, karena Madura hanya dilegitimasi sebagai wilayah kecil yang tidak memiliki kuasa apapun di bawah Pemerintah Provinsi. Sehingga kemandirian ekonomi Madura juga ikut sulit untuk diciptakan.
Sejak beberapa tahun yang lalu, Madura telah berani bermimpi untuk menjadi provinsi sendiri, namun hingga kini mimpi itu tidak kian terwujud. Sebenarnya, jika Madura benar-benar berhasil menjadi provinsi maka kekayaan alam yang dikandungnya akan sangat berdampak pada kemakmuran rakyat. Akan tetapi, jauh lebih penting dari mimpi menjadi provinsi itu adalah kemandirian fiskalnya, kalau dalam segi fiskal lemah, maka memaksakan diri menjadi provinsi adalah langkah kurang baik.
Menurut hasil pemeriksaan BPK RI, IKF Pemerintah Daerah (Pemda) di Madura posisinya tidak mandiri. Hal itu dikarenakan PAD kabupaten di Madura masih kecil dalam pendapatan daerahnya. Sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak bisa mendukung sepenuhnya Belanja Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan, pelayan publik, dan pembangunan daerah (madurapers.com/31/07/2021).
Oleh karena itu, mandiri secara fiskal adalah kunci penting untuk kemerdekaan rakyat Madura (sejahtera), sehingga nantinya lebih percaya diri untuk bermimpi lebih jauh. Sekian.
Opini ini adalah Juara 3 dalam lomba memperingati Kemerdekaan RI.
Najibah Al-Adawiyah adalah mahasiswi STKIP PGRI Sumenep sekaligus Ketua Kopri PMII STKIP PGRI Sumenep
