Persidangan Rebutan Tanah di Puncak Permai Hadirkan Ahli Hukum Agraria Unair

Madurapers
Ahli Dr. Agus Sekarmaji, S.H., M.Hum., (memegang mic) sewaktu memberikan keterangan dalam persidangan perkara perdata PMH di PN Surabaya, Selasa (28/12/2021) antara Mulya Hadi vs Widowati Hartono (Sumber foto: Fajar Yudha Wardhana)

Surabaya – Persidangan perkara perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya antara Mulya Hadi (Penggugat) vs Widowati Hartono (tergugat) dan Kantor Pertanahan Kota Surabaya I (turut tergugat) atas kepemilikan tanah seluas 6.850 meter persegi di Jalan Puncak Permai Utara III, Kelurahan Lontar, yang dianggap dikuasai tergugat dengan cara melawan hukum memasuki agenda saksi fakta dan saksi ahli dari Ttergugat, Selasa (28/12/2021).

Pihak Widowati Hartono yang diwakili Penasihat Hukum (PH)-nya, Adhidarma Wicaksono, menghadirkan saksi fakta Mochamad Hasan dan saksi ahli Dr. Agus Sekarmaji, S.H., M.Hum.

Menurut Adhi, panggilan karibnya, saksi fakta Mochamad Hasan adalah mandor yang membangun pagar tembok di lokasi objek sengketa yang diklaim milik Widowati Hartono. Sedangkan saksi ahli Dr. Agus Sekarmaji, S.H., M.Hum., terang Adhi adalah ahli di bidang hukum agraria dan sebagai tenaga pengajar atau dosen di Universitas Airlangga, Surabaya.

Ketua Majelis Hakim Sudar seusai mengambil sumpah kedua saksi itu mempersilahkan saksi fakta untuk didengarkan keterangannya terlebih dahulu. Mochamad Hasan menerangkan dia adalah mandor pembangunan pagar tembok di lokasi objek sengketa pada tahun 1999.

Dia mengatakan waktu itu bekerja sebagai karyawan di PT Surya Agung, yang berkantor pusat di Jakarta, bergerak di bidang pembangunan.

“Saya disuruh atasan saya, bernama Hartono, untuk membangun pagar tembok. Pekerjaan yang saya lakukan sesuai Rencana Anggaran Belanja (RAB) dan pagar tembok ditentukan setinggi 1,5-2 meter. Pembangunan pagar tembok itu memerlukan waktu dua bulanan,” tuturnya.

Adhi lantas bertanya kepada Mochamad Hasan apakah pada waktu itu di lokasi tanah yang akan dibangun pagar tembok itu terdapat kambing, sekolah, atau pihak yang menguasai. Mochamad Hasan menjawab, “Tidak ada.

Selanjutnya Adhi kembali bertanya kepada Mochamad Hasan, apakah ia mengetahui nama jalan yang akan dibangun pagar tembok tersebut? Dijawab Mochammad Hasan, “Mengetahui.

“Nama jalannya Puncak Permai Utara,” jawab Mochamad Hasan.

Pihak Mulya Hadi yang diwakili PH-nya, yaitu Johanes Dipa Widjaja dan Otto Yudianto, saat mendapat giliran mengajukan pertanyaan kepada saksi fakta bertanya, apakah mengetahui siapa pemilik tanah di Jalan Puncak Permai Utara yang akan dibangun pagar tembok tersebut? Mochamad Hasan menjawab, “Tidak mengetahuinya.

“Saya hanya diberi tahu atasan saya bernama pak Hartono kalau yang punya tanah itu orang Jakarta,” jelasnya.

Kemudian, Johanes Dipa Widjaja melanjutkan pertanyaan kepada Mochamad Hasan, apakah mengetahui Jalan Puncak Permai Utara masuk Kelurahan mana?

Saksi fakta Mochamad Hasan menjawab, dirinya tidak mengetahui Jalan Puncak Permai Utara itu masuk Kelurahan mana.

Luasan tanah objek sengketa juga tidak luput ditanyakan oleh Johanes Dipa Widjaja kepada Mochamad Hasan, yang juga dijawabnya, “Ttidak mengetahui.

Ketua Majelis Hakim Sudar, lalu bertanya kepada PH dari penggugat dan tergugat, apakah masih ada yang ingin ditanyakan dari saksi fakta Mochamad Hasan? Baik PH dari Mulya Hadi maupun PH dari Widowati Hartono menyatakan cukup.

Berikutnya, Ketua Majelis Hakim Sudar mempersilahkan saksi ahli Dr. Agus Sekarmaji, S.H., M.Hum., untuk didengar keterangannya sesuai kompetesinya sebagai ahli hukum agraria.

Pihak tergugat yang diberi kesempatan bertanya oleh Ketua Majelis Hakim Sudar, meminta ahli menjelaskan maksud dan tujuan penerbitan sertifikat serta syarat pendaftaran tanah untuk objek tanah yang pertama kali didaftarkan.

Ahli, yang biasa dipanggil Agus ini, menerangkan sertifikat berfungsi agar pemegangnya mendapat perlindungan dan kepastian hukum serta tertib administrasi. Terkait pendaftaran tanah untuk objek tanah pertama kali, Agus menjelaskan memerlukan pengumpulan data fisik dan data yuridis.

Setelah itu dilalui, Agus menambahkan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menerima pendaftaran tersebut membuat pengumuman untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang keberatan atas pendaftaran tanah tersebut, baik di kantor kelurahan maupun kantor pertanahan.

Bila tidak ada keberatan, sambung Agus,, akan dilakukan penegasan konversi atau penegasan hak sesuai PP Nomor 24 Tahun 1997. Kalau ada keberatan menurut Agus, maka kantor Pertanahan tidak akan memproses dan akan meminta diselesaikan terlebih dahulu.

“PP Nomor 24 Tahun 1997 juga memberikan jalan bila alat bukti tidak lengkap, maka harus didukung penguasaan fisik selama 20 tahun. Mekanismenya penguasaan fisik, maka dilakukan pengakuan hak, baru dilakukan pembukuan di kantor Pertanahan lalu diterbitkan sertifikat,” bebernya.