Maria selanjutnya mengatakan penyakit-penyakit itu adalah apa yang disebut penyakit penyerta yang akan meningkatkan risiko lebih parah dan bahkan lebih buruk pada pasien COVID-19.
Cara terbaik untuk mengurangi polusi udara tersebut, kata Maria, adalah dengan berhenti membakar bahan bakar fosil. Hal ini karena pembakaran bahan bakar fosil berkontribusi tidak hanya pada perubahan iklim, tetapi juga menghasilkan polutan tingkat tinggi yang kemudian berakhir di paru-paru kita.
Jadi, kata Maria, mengubah kebijakan tentang sumber energi yang kita gunakan akan menjadi salah satu yang paling efektif. Perundang-undangan menjadi penting untuk menegakkan pedoman kualitas udara dari WHO.
Langkah-langkah konkret lainnya, menurut Maria, tentu saja dilakukan di wilayah perkotaan. Langkah-langkahnya ialah dengan cara mengubah transportasi, sistem transportasi umum, mempromosikan cara transportasi umum yang lebih berkelanjutan, mengurangi penggunaan mobil pribadi, gedung-gedung menggunakan energi yang lebih efisien, dan mengurangi kemacetan lalu lintas di perkotaan.
Semua tindakan itu bersifat langsung dan hasilnya positif. “Jelas, sebagai individu, yang terbaik yang dapat kita lakukan adalah memberikan tekanan pada politisi dan walikota,” tutur Maria.
Pastikan ada sistem untuk memantau kualitas udara yang kita hirup setiap hari di kota kita. Langkah-langkah kongkrit di tingkat politik adalah penting.
“Jika situasi polusi udara benar-benar buruk dan anda mengambil tindakan, maka ada optimisme. Anda dapat melihat di negara-negara Eropa, misalnya, dan Amerika Utara, situasinya meningkat pesat dalam 20 tahun terakhir,” kata Maria.
Kita masih perlu menerapkan langkah-langkah transportasi berkelanjutan, penggunaan sumber energi yang bersih dan modern, dan semua cara kita mengonsumsi, dan mendaur ulang. Dengan begitu kita akan dapat mengatasi masalah polusi udara yang sangat besar ini.
