Opini  

Refleksi Bulan K3 Nasional: Perlindungan Pekerja vs. Percepatan Investasi

Madurapers
Abdul Mukhlis alumni Magister Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya yang konserna pada kebijakan publik berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja (Sumber foto: Abdul Mukhlis, 2024).
Abdul Mukhlis alumni Magister Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya yang konserna pada kebijakan publik berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja (Sumber foto: Abdul Mukhlis, 2024).

Regulasi tentang ketenagakerjaan sudah beberapa kali mengalami perubahan, yaitu dengan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang beberapa ketentuan di dalamnya dirubah melalui UU Cipta Kerja atau dikenal dengan Omnibus Law yang merupakan kumpulan dari beberapa UU.

Berbanding terbalik dengan UU Keselamatan Kerja yang hingga kini masih ‘dipaksa’ berlaku di usia 53 tahun lebih walaupun dinilai sudah out to date dengan beberapa pertimbangan. Pertama, regulasi lebih menekankan pada pendekatan preventif dengan sanksi yang sangat ringan tidak memberikan efek jera kepada pelanggar K3 yang dijatuhkan hukuman selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp100.000 (Pasal 15 ayat (1)).

Kedua, Kesehatan kerja walaupun dibahas dalam UU tetapi menjadi sub-ordinat dari keselamatan kerja yang menyebabkan penekanannya tidak seimbang sebagai satu-kesatuan utuh yang saling mengisi antar keduanya. Kesehatan kerja sebaliknya secara teknis dibahas secara terpisah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja yang dalam prakteknya tidak koheren sebagai satu kesatuan sebaliknya menjadi dikotomi, rumit dan memperuncing egosentris sektoral dalam implementasi program K3.

Ketiga, tidak mengakomodir para aktor kunci khususnya dengan adanya spesifikasi dalam pengujian K3 seperti ‘penguji K3’ yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang, hak dengan kompetensi-kompetensi khusus untuk melakukan kegiatan pengujian selain ‘pegawai pengawas’ sebagai pegawai teknis berkeahlian khusus dan ahli keselamatan kerja yang seharusnya saling kolaboratif pada kenyataannya saling bertolakbelakang dan tumpang tindih dalam melaksanakan tugas dan fungsi.

Keempat, UU Keselamatan Kerja merupakan induk dari regulasi turunan. Akan sulit membuat kerangka aturan teknis yang lebih operasional dan mengikat tanpa ada perubahan pada induk regulasinya seperti pengaturan sanksi pidana tak boleh diatur dalam aturan turunan. Sebab, pengaturan sanksi pidana hanya diperbolehkan pada level undang-undang dan peraturan daerah karena menyangkut keputusan politik yang harus disepakati oleh eksekutif dan legialatif sesuai dengan tingkatan.

 

Upaya Perbaikan Ke Depan

Setidaknya dari bahasan di atas ada dua faktor kunci dilihat dari sisi kebijakan tingginya angka KK yang semakin naik setiap tahunnya. Pertama, Percepatan investasi dalam PSN dengan perlakuan istimewa berdampak pada lemahnya pengendalian dan penegakan hukum di bidang ketenagakerjaan dan K3 yang mempunyai implikasi sosial-ekonomi yang sangat luas dalam keselamatan, kesehatan, produktifitas pekerja dan keberlangsungan usaha.

Kedua, lemahnya regulasi keselamatan kerja yang tidak adaptif pada perkembangan dunia industri sebagai pedoman pengendalian keberlangsungan usaha dengan menerapkan norma ketenagakerjaan dan K3 sebagai prinsip dasar dalam bekerja dan berusaha.

Percepatan investasi melalui kemudahan perizinan, pemberian insentif dan keistimewaan lainnya yang berpotensi pengabaian semua proses, prosedur dan subtansi ketenagakerjaan perlu dipertimbangkan kembali khususnya menyangkut hak dasar pekerja sebagai bagian hak asasi manusia.

Privilege untuk mendorong percepatan investasi harus bisa dijelaskan dan diinformasikan secara transparan sebagai bentuk akuntabilitas publik. Jangan sampai privilege yang dimiliki oleh sekelompok orang (investor) merugikan hak dasar pekerja dan mendiskriminasi pihak-pihak lain yang akan melahirkan ketidakadilan sosial.

Evaluasi regulasi keselamatan kerja yang sudah tidak relevan dan berpotensi dijadikan dasar argumentasi bagi pelanggar untuk mengabaikan K3 dengan sanksi yang ringan dan tidak membuat efek jera. Perlu keseimbangan pendekatan preventif dan represif dalam hukum ketenagakerjaan yang mengikat bagi para pelaku ekonomi. Negara harus hadir untuk mendorong diterapkan K3 di tempat kerja secara mengikat untuk memastikan perlindungan hak dasar pekerja dan keberlangsungan usaha.

 

Abdul Mukhlis alumni Magister Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya yang konsern pada kebijakan publik berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja (Sumber foto: Abdul Mukhlis, 2024).