Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) bersama Universitas Paramadina mengadakan diskusi publik bertajuk “Mustahil Tumbuh 8 Persen Tanpa Industri yang Kuat” secara daring pada Kamis (27/02/2025). Diskusi ini menyoroti perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Prof. Ahmad Badawi Saluy, Guru Besar Universitas Paramadina, mengungkapkan bahwa tren perlambatan ekonomi Indonesia sudah berlangsung sejak 2011. Hingga triwulan IV tahun 2024, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 5,03 persen, jauh di bawah rata-rata 6 persen pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Selain itu, sektor industri manufaktur yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional juga mengalami penurunan kontribusi terhadap PDB. “Industri manufaktur sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi mengalami pelemahan signifikan. Pada 2024, dari pertumbuhan ekonomi 5,02 persen, hanya 1 persen yang berasal dari industri pengolahan, jauh di bawah sektor perdagangan yang berkontribusi 0,67 persen,” ujar Prof. Badawi.
Prof. Badawi juga menyoroti turunnya Skor Competitive Industrial Performance (CPI) Index Indonesia dalam lima tahun terakhir. Indonesia kini berada di peringkat ke-39, tertinggal dari Vietnam (ke-30), Thailand (ke-25), dan Malaysia (ke-20).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa struktur industri nasional masih didominasi oleh sektor berbasis sumber daya alam. “Struktur industri nasional masih didominasi oleh sektor berbasis sumber daya (47,4 persen) dibandingkan industri berteknologi tinggi yang hanya 4,5 persen,” tambahnya.
Dr. Ariyo DP Irhamna, Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, menyoroti masalah dalam struktur kabinet pemerintahan yang dianggap terlalu besar. Menurutnya, hal ini berpotensi menghambat koordinasi dalam pengambilan keputusan strategis.