Namun juga tidak mampu menahan agar anggaran riset tersebut tidak dialihkan untuk kegiatan nonriset di kementerian teknis.
“Dengan peleburan 34 lembaga iptek kedalam BRIN, praktis anggaran riset pemerintah terpusat di dalam BRIN, yang pada tahun 2023 dialokasikan sebesar Rp2,2 triliun atau 0,01 persen terhadap PDB,” paparnya.
Tidak hanya itu, yang lebih membuat miris menurutnya karena alokasi anggaran BRIN yang tidak seberapa lebih banyak dialokasikan untuk kegiatan dukungan manajemen dari pada kegiatan riset.
Total anggaran BRIN untuk tahun 2023 sebesar Rp6,5 triliun, sekitar 65 persennya digunakan untuk kegiatan dukungan manajemen, seperti pembayaran gaji pegawai, perawatan gedung dan kendaraan dll.
Sisanya sebesar Rp2,2 triliun atau sebesar 35 persen digunakan untuk kegiatan penelitian.
Dengan keterbatasan itu, alih-alih menghemat anggaran dukungan manajemen, langkah yang diambil Kepala BRIN malah penutupan berbagai pusat riset, penghentian berbagai program strategis, dan pengkompetisian dana riset.
Selain itu juga penggunaan bersama ruang dan kursi staf, sharing alat lab, pemberhentian para honorer ahli, dll. Motifnya dalam rangka menekan biaya operasional riset.
Mulyanto menilai, BRIN bukannya unjuk kinerja berupa munculnya produk inovasi kebanggaan anak bangsa atau tampilnya prestasi para ilmuwan kita di pentas internasional, yang terjadi malah banyak pengurangan program riset.
Ia menduga kondisi tersebut terjadi akibat pemerintah salah urus kelembagaan riset.