Anggota Fraksi PKS Minta Pemerintah Kaji Ulang atau Cabut Permenaker 2/2022

Avatar
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani (Sumber: Akun Resmi Twitter Fraksi PKS DPR RI, 2022).

Jakarta – Netty Prasetiyani, anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) meminta pemerintah mengkaji ulang bahkan mencabut Permenaker 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, Minggu (13/2/2022).

Dilansir dari akun resmi Twitter Fraksi PKS DPR RI, Netty Prasetiyani meminta pemerintah agar mengkaji ulang, bahkan mencabut permenaker tersebut.

Hal ini karena regulasi tersebut menuai reaksi, bahkan petisi penolakan dari pelbagai kalangan pekerja.

Selain itu, anggota Komisi IX DPR RI ini menilai muatan permenaker tersebut mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan dalam situasi pandemi, Sabtu, (12/2/2022)..

Lebih lanjut menurutnya, yang juga merupakan Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, ada beberapa pasal dalam permenaker yang muatannya menunjukkan ketidakpekaan pemerintah pada situasi pandemi yang membuat pekerja ter-PHK.

 

Misalnya, menurutnya, aturan mengenai penerimaan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT);yang baru diberikan kepada peserta setelah berusia 56 tahun.

Jadi, menurutnya, bayangkan, seorang peserta harus menunggu 15 tahun untuk mencairkan JHT-nya jika ia berhenti di usia 41 tahun. Ini tidak masuk akal.

Netty menuturkan aturan tersebut berlaku pada peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya.

Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per Desember 2021, total klaim peserta yang berhenti bekerja karena pensiun hanya 3 persen, sedangkan pengunduran diri 55 persen, dan alasan terkena PHK mencapai 35 persen.

Berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman.

Jadi, Netty menanyakan, mengapa JHT yang sebagiannya merupakan tabungan peserta ditahan pencairannya?

Bukankah dana yang tidak seberapa tersebut justru dibutuhkan mereka untuk bertahan hidup di masa sulit ini.

Jika harus menunggu sampai usia 56 tahun, Netty kembali menanyakan, bagaimana keberlangsungan pendapatan pekerja?

Oleh karena itu, Netty meminta pemerintah mencabut peraturan tersebut sebagai bukti empati dan keberpihakan pada pekerja di tengah pandemi yang berdampak pada pemiskinan rakyat.

Kata Netty, apalagi, gelombang PHK dan merumahkan pekerja makin besar. Ini menjadi gambaran betapa pandemi menggerus kemampuan ekonomi keluarga Indonesia.

“Jika pemerintah tidak menggubris peringatan ini, saya khawatir tekanan hidup dan kesulitan akan membuat rakyat semakin keras menolak dan melawan pemberlakuan peraturan tersebut,” tandas Netty.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menyampaikan, berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Ketenagakerjaan, jumlah pekerja yang berpotensi terkena PHK hingga akhir 2021 sebanyak 143.065 orang.

Sementara itu untuk jumlah pekerja yang berpotensi dirumahkan sebanyak 1.076.242 orang, sedangkan jumlah perusahaan yang berpotensi ditutup sebanyak 2.819 perusahaan.

Netty juga meminta pemerintah agar memperbaiki tata kelola komunikasi publiknya terkait penerapan aturan.

Pemerintah harus dapat membuka ruang dialog dan mendengarkan aspirasi masyarakat dengan baik.

Lakukan sosialisasi dan edukasi secara utuh jika menyangkut regulasi yang pasti akan menyentuh berbagai ruang kehidupan masyarakat secara luas. (*)

Tinggalkan Balasan