Jadi, Netty menanyakan, mengapa JHT yang sebagiannya merupakan tabungan peserta ditahan pencairannya?
Bukankah dana yang tidak seberapa tersebut justru dibutuhkan mereka untuk bertahan hidup di masa sulit ini.
Jika harus menunggu sampai usia 56 tahun, Netty kembali menanyakan, bagaimana keberlangsungan pendapatan pekerja?
Oleh karena itu, Netty meminta pemerintah mencabut peraturan tersebut sebagai bukti empati dan keberpihakan pada pekerja di tengah pandemi yang berdampak pada pemiskinan rakyat.
Kata Netty, apalagi, gelombang PHK dan merumahkan pekerja makin besar. Ini menjadi gambaran betapa pandemi menggerus kemampuan ekonomi keluarga Indonesia.
“Jika pemerintah tidak menggubris peringatan ini, saya khawatir tekanan hidup dan kesulitan akan membuat rakyat semakin keras menolak dan melawan pemberlakuan peraturan tersebut,” tandas Netty.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menyampaikan, berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Ketenagakerjaan, jumlah pekerja yang berpotensi terkena PHK hingga akhir 2021 sebanyak 143.065 orang.
Sementara itu untuk jumlah pekerja yang berpotensi dirumahkan sebanyak 1.076.242 orang, sedangkan jumlah perusahaan yang berpotensi ditutup sebanyak 2.819 perusahaan.
Netty juga meminta pemerintah agar memperbaiki tata kelola komunikasi publiknya terkait penerapan aturan.
Pemerintah harus dapat membuka ruang dialog dan mendengarkan aspirasi masyarakat dengan baik.
Lakukan sosialisasi dan edukasi secara utuh jika menyangkut regulasi yang pasti akan menyentuh berbagai ruang kehidupan masyarakat secara luas. (*)