Bangkalan — Anggaran belanja pegawai di Kabupaten Bangkalan membengkak dalam dua tahun berturut-turut, menimbulkan kekhawatiran soal arah penggunaan dana publik. Pemerintah daerah terkesan lebih fokus membiayai birokrasi ketimbang memperkuat layanan publik dan pembangunan.
Pada APBD 2024, belanja daerah sebesar Rp2,45 triliun, dan Rp1,72 triliun di antaranya digunakan hanya untuk belanja pegawai. Angka itu sudah menyentuh 70 persen dari total anggaran dan dipertanyakan efektivitasnya.
Tahun berikutnya, APBD 2025, tren ini berlanjut dengan peningkatan belanja pegawai menjadi Rp1,81 triliun dari total belanja Rp2,66 triliun. Musawwir, anggota Badan Anggaran DPRD Bangkalan, mengkritik keras pola pemborosan tersebut.
“Belanja sebesar itu tiap tahun hanya menyuburkan birokrasi, bukan menyelesaikan masalah rakyat,” ujar Musawwir. Ia menilai kenaikan ini tidak disertai lonjakan kinerja pelayanan publik.
Mengutip data jumlah ASN dari BPS Kabupaten Bangkalan, berarti ASN yang dibayar dari APBD terdiri dari 13.928 orang, yang terdiri dari 10.760 PNS dan 3.168 PPPK. Musawwir mempertanyakan dampak dari jumlah besar itu terhadap kualitas layanan.
“Kalau kinerja tidak berubah, untuk apa mengalokasikan anggaran sebesar itu hanya untuk pegawai?” tegasnya. Ia menuntut adanya audit efektivitas dari seluruh belanja pegawai.
Jika dihitung dalam perhitungan kasar (angka taksiran perkiraan, red.), rata-rata setiap ASN menerima lebih dari Rp120 juta per tahun. Jumlah ini menimbulkan pertanyaan besar soal efisiensi dan keadilan dalam pengelolaan APBD.
Distribusi ASN juga menunjukkan dominasi perempuan sebesar 60 persen dibanding laki-laki yang hanya 40 persen. Namun, belum ada kejelasan apakah komposisi ini berpengaruh terhadap efisiensi kerja atau struktur tugas.