Mencermati perkembangan pandemi dalam beberapa bulan terakhir, Ronny optimistis Indonesia memiliki golden momentum (momentum emas, Red) yang luar biasa untuk segera bangkit dan tumbuh. Oleh karenanya, lanjut Ronny, sangat dipahami jika seluruh stakeholder (pemangku kepentingan, Red) di sektor ekonomi berusaha untuk mengambil posisi strategik atas peluang yang terbentuk, beberapa di antaranya adalah:
1. Kondisi atas faktor-faktor produksi, seperti ketersediaan bahan baku, infrastruktur memadai, tenaga kerja berkualitas dengan upah yang rasional, kemudahan perizinan berusaha, kepastian hukum dan perlindungan hukum.
2. Kondisi pasar, apakah permintaan pasar atas produk barang dan jasa yang hendak dijadikan tujuan investasi memiliki volume permintaan tinggi, sehingga menghadirkan skala ekonomi yang memadai untuk pengembalian investasi.
3. Keberadaan industri penunjang yang memungkinkan efektifitas proses produksi dan efisiensi biaya. Misal, perusahaan makanan dan minuman cenderung membutuhkan industri gula rafinasi yang dekat lokasi pabrik.
4. Dinamika kompetisi antar pelaku usaha di industri yang sama, termasuk kesehatan iklim kompetisinya. Misalnya, apakah kompetisi pasar bersifat bebas atau terjadi praktik oligopoli (persaingan tidak sempurna, Red) yang dikendalikan kartel tertentu.
Sedangkan dari sisi investor menurut ahli strategi bisnis ini biasanya semua hal tadi akan diringkas dalam dua bagian singkat saja yaitu kemudahan perizinan berusaha yang terbebas dari praktik korupsi, seperti suap, pemerasan maupun gratifikasi. Kemudian tambah Ronny terkait keamanan berusaha, terbebas dari gangguan tidak relevan yang bisa saja hadir dari oknum birokrat, oknum penegak hukum, oknum serikat pekerja dan bahkan oknum masyarakat sekitar lokasi perusahaan.
Maka, demi menjaga iklim investasi di Jatim, Ronny berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim beserta seluruh jajaran pemerintahan vertikal dan horizontal sangat perlu untuk memberikan kepastian pada iklim yang kondusif, utamanya pada kemudahan perizinan berusaha yang terbebas dari praktik korupsi dan keamanan berusaha yang terbebas dari gangguan tidak relevan.
Dari sisi ketenagakerjaan, Ronny mengingatkan semakin banyak demo sangat berpotensi mendorong perusahaan untuk memindahkan fasilitas produksi ke lokasi lain yang lebih kondusif. Bahkan menurutnya bisa saja investor menarik kembali dananya untuk dipindahkan ke negara lain yang lebih atraktif
“Jadi, tanpa bermaksud menghalangi para pegiat ketenagakerjaan yang bermaksud melakukan demo masif, sangatlah perlu untuk mempertimbangkan frekuensi dan durasi tekanan yang diberikan,” pintanya.
Ahli ekonomi yang juga dikenal sebagai pegiat anti korupsi ini menggambarkan saat awal-awal terjadinya perang dagang antara AS dan RRT. Ia mencatat puluhan perusahaan AS yang hengkang dari RRT hanya sebagian kecil yang merelokasi fasilitas produksinya ke Indonesia.
“Sebab pada saat itu di mata investor, Indonesia sangat tidak atraktif dibanding beberapa negara tetangga,” pungkasnya.
