Variabel yang membuat status rezim era Pemerintahan Jokowi merosot ke setengah demokrasi, berdasarkan data Freedom House, adalah karena status variabel kebebasan sipil (civil liberties) di Indonesia meningkat ke arah tidak demokratis. Sub variabel kebebasan sipil yang digunakan oleh Freedom House adalah: (1) kebebasan berekspresi dan berkeyakinan, (2) hak berasosiasi dan berorganisasi, (3) aturan hukum, dan (4) otonomi personal dan hak individu.
Indikator yang digunakan Freedom House untuk menilai kebebasan berekspresi dan berkeyakinan, adalah: (1) kebebasan dan independensi pers, (2) ekspresi keyakinan di depan publlik, (3) kebebasan akademik, dan (4) kebebasan berekspresi pandangan politik. Indikator hak berasosiasi dan berorganisasi, meliputi: (1) kebebasan berkumpul, (2) kebebasan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat, NGO) terlibat dalam isu HAM (Hak Asasi Manusia), dan (3) kebebasan berserikat.
Indikator aturan hukum, meliputi: (1) independensi peradilan, (2) proses hukum pidana dan perdata, (3) perlindungan dari perang, dan (4) keseteraan hukum. Indikator otonomi personal dan hak individu, meliputi: (1) kebebasan bergerak, (2) hak kepemilikan, (3) perlindungan dan kebebasan sosial, dan (4) kesetaraan kesempatan dan kebebasan dari eksploitasi ekonomi.
Buktinya, menggunakan variabel/indikator tersebut hasil survei Freedom House menemukan, bahwa di era Pemerintahan SBY (tahun 2005-2012) skor kebebasan sipil negara Indonesia adalah sebesar 3 poin, sedangkan di era Pemerintahan Jokowi (2014-2023) sebesar 4 poin. Jadi, menurut data Freedom House ada peningkatan skor variabel kebebasan sipil ke arah tidak demokrasi sebesar 1 poin.