“Maka dari itu, jika hal itu terjadi jangan segan untuk melaporkan perbuatan tersebut kepada instansi yang bertanggung jawab yakni polsek atau bila tidak ada tanggapan dari polsek laporkan ke kejaksaan atau polres,” tegas Renia Kenzo dalam narasi yang di tulisnya.
Secara tidak langsung pihaknya ingin memberikan nalar berpikir Kristis dalam kasus ini, “Kenapa pembiayaan 350 rb itu terlalu besar. anggaplah di desa banyoneng dajah hanya ada 1500 pendaftar pembuatan sertikat, dalam satu sertikat anggaplah biaya pekerjaan penulisan berkas kita beri upah 10rb×1500= 15 juta juga persertifikat kita butuh skitar 5 materai dan harga materai cuma 10rb×5×1500= 75 juta terus kemudian karna kasihan kepada anggota BPN yang capek karna melakukan pengukuran tanah sebesar 50rb×1500 = 75 juta (itupun kalau dikasih segitu oleh pemerintah setempat kepada BPN),” ujar dia sembari menganalisa.
Ia melanjutkan, “untuk biaya operasional (pembelian ball point dan lainnya) 5rb×1500 = 7 juta setengah dan untuk anggota pelaksana berilah 25rb×1500 = 37 juta 500rb jadi uang terpakai untuk pelaksanaan hanya 100rb per sertifikat jadi sisanya 250rb dari 350rb biaya pendaftaran,” menjelaskan lebih spesifik.
“Tolong para sesepuh desa beranilah untuk bertindak, ini demi kemajuan desa juga pelajaran berharga untuk generasi penerus kita,” pungkasnya.
Hal itu mendapatkan komentar hangat terhadap wacana pemberlakuan tarif PTSL. Hal itu bersumber dari aku Facebook Suni Fier.
“Iya betul dan rapat itu di adakan di rumah kades,sy ikut Hadir dalam rapat tersebut,, dan sudah memberikan sedikit analisa terkait adanya keputusan pemerintah pusat bahwa PTSL untuk pulau Jawa dan Bali hanya di benarkan tarif harga 150 ribu rupiah per sertifikat,” tulis dia dalam komentar Renia Kenzo.