”Sebut saja Singapura, menjadi negara yang paling mendapat manfaat yang berlimpah dari letak geografis yang strategis tersebut. Singapura bertumbuh menjadi ekonomi negara yang diperhitungkan akibat keberadaan lintas jalur laut dan udara di negaranya.” terangnya.
Dalam diskusi yang diselenggarakan kerjasama Paramadina Public Policy Institute dan Paramadina Graduate School of Diplomacy ini Priyambudi juga menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sama dengan Singapura jika dilihat dari letak geografis. Indonesia berada pada posisi strategis secara geopolitik. Kawasan timur Indonesia bahkan memiliki potensi strategis dalam perjalanan ekspor impor dunia melalui selat Makassar yang perlu dikembangkan agar manfaatnya dapat dimaksimalkan.
”ASEAN sebagai organisasi kawasan kemudian menjelma menjadi identitas regional. Bahasa-bahasa anggota negara ASEAN mulai diajarkan diantara negara-negara anggota. Bahasa Indonesia mulai menjadi bahasa kedua di Vietnam. Demikian juga bahasa Tagalog, Muangthai, dan Melayu juga di ajarkan di beberapa negara anggota ASEAN. Proyek penguatan identitas kawasan dari kalangan people to people menjadi kunci dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada di kawasan Asia Tenggara,” bebernya.
Dalam diskusi yang dipandu oleh Ahmad Khoirul Umam, Ph.D., ini Priyambudi juga menjelaskan bahwa memahami Geopolitik dan Regionalisme di Asia Tenggara dapat diawali dari masa kolonial dan pascakolonial yang berhasil memecah masyarakat ASEAN. Namun disisi lain, masyarakat ASEAN menyadari bahwa kedepan saatnya mulai bersatu dan tidak terpecah-pecah menjadi proxy Major Power. Dimana ASEAN memiliki populasi besar dan beragam. Hal tersebut terlihat dari masa kebangkitan ’Abad Asia’ melalui pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan inovasi teknologi baru.