Prihal ketimpangan kebijakan, lanjut alumni Akpol angkatan tahun 2010 tersebut, jika terdapat kekurangan, itu menjadi evaluasi dan perbaikan ke depan. Sebab, kemampuan pihak kepolisian terbatas dan perlu andil pihak lain.
“Itu menjadi bahan evaluasi kami. Yang jelas, kemampuan kami terbatas. Oleh sebab itu, peran serta masyarakat serta para tokoh itu sangat penting”, imbuhnya.
Selain dari Polres Bangkalan, pembicara dalam acara tersebut yaitu ketua Satgas Covid-19 Bangkalan yang dalam hal ini Bupati Bangkalan berhalangan hadir dan diwakili wakil Bupati Bangkalan, Kepala Dinas Kesehatan Bangkalan, dan salah satu anggota DPR RI.
Berkenaan dengan masalah di atas, Abd. Hakim, S.H., sarjana hukum muda sekaligus calon magister hukum UGM, turut memberikan komentarnya, bahwa penerapan prokes Covid-19 yang tebang pilih ini sudah diketahui oleh khalayak umum.
“…hal ini sudah diketahui oleh umum. Azaz equality before of law, persamaan depan hukum hanya menjadi jargon belaka. Bahkan ada anekdot yg menarik, orang bisa sama depan hukum tapi bisa beda di mata penegak hukum”.
Menurutnya, Problem tersebut merupakan masalah klasik. Khususnya di negara yang masih berkembang atau negara ketiga. Para filsuf menyadari hal itu sejak lama, bahwa hukum menggilas yang miskin dan tumpul kepada yang kaya.
“Kalau kita pakai teori Lawrence M. Friedman, dalam teori sistem ada tiga tidak hal penting yang menjadi unsur tegaknya hukum. Pertama, Struktur hukum/penegak hukum (structur of law), kedua, substansi hukum (substance of the law), ketiga, budaya hukum (legal culture). Menurut saya, level kedua kita sudah bagus, namun pada level 1 dan 3 kita masih sangat lemah. Hal ini butuh proses panjang”. Jelasnya (03/03/2021).
Bagus