Etika, Hukum dan Masa Depan Demokrasi Politik: Evaluasi dan Refleksi Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pilpres 2024

Prof. Dr. H. Jimbly Asshiddiqie, S.H., M.H., Akademisi Hukum Tata Negara Indonesia, Anggota DPD RI

“Yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik MK, yang menurut tuntutan banyak pihak harus berakibat terhadap pembatalan putusan MK sebelumnya yang mengubah ketentuan mengenai syarat usia minimum calon presiden, atau berakibat tidak sahnya pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden.” Ujar Jimly.

Hal ini menurutnya yang memunculkan narasi yang dilandasi oleh kebencian dan kemarahan, yaitu julukan kepada MK sebagai Mahkamah Keluarga, dan bahkan “Mahkamah Kentut” yang dinilai tidak mampu menemukan orang yang “kentut” di tengah bau menyengat karena adanya orang yang “kentut”.

“Etika atau adab adalah kunci bagi kemajuan tingkat peradaban bangsa di masa depan. Adab atau keadaban kemanusiaan harus dipahami beririsan dengan prinsip keadilan dan bahkan ketuhanan dalam kehidupan umat manusia. Ketiganya, yaitu ketuhanan, keadilan dan keadaban merupakan Trisila kunci dalam menentukan ketinggian kualitas peradaban umat manusia di sepanjang sejarah” jelas Jimly.

Jimly menekankan pentingnya menyamakan persepsi mengenai etika mana yang benar dan salah. “Saat ini sedang terjadi gelombang democratic regression di seluruh dunia, tidak hanya terjadi di Indonesia dan harus dilihat sebagai trend kemunduran demokrasi di seluruh dunia. Khususnya di Indonesia, budaya politik kita saat ini adalah kerajaan hanya namanya saja republik. Lain hal dengan Austalia yang bentuk pemerintahannya monarki tetapi bertindak seperti republik” tuturnya.

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca