Namun, kondisi ini tidak bisa dijadikan alasan untuk mengkonstruksi wacana penundaan Pemilu 2024. Apalagi wacana penundaan itu hanya didukung dengan informasi big data, yang mana instrumen pengumpulan datanya belum ter-validasi dan ter-reliabilitas secara empirik.
Pemilu/Pilpres 2024 tersebut merupakan amanah dari UUD 1945 Pasal 6A, 7, dan 22E. Jadi, karena ini merupakan amanah dari konstitusi, maka tidak boleh ditunda, apalagi hanya dengan alasan yang tak jelas. Hal ini karena UUD 1945 merupakan konstitusi negara Indonesia, yakni hukum tertinggi di negeri kita (supreme law of the land).
Secara teoritis, konstitusi tersebut merupakan kontrak sosial dari rakyat (bangsa Indonesia) pada negara (Pemerintah Indonesia). Sebagai kontrak sosial, konstitusi ini harus dijunjung tinggi oleh semua kalangan sebagai landasan kehidupan bernegara di Indonesia.
Oleh karena itu, mari hentikan wacana/usul penundaan Pemilu 2024 mendatang, songsong proses pelaksanaannya, dan gapai rezim politik demokrasi untuk kesejahteraan bangsa Indonesia! Hal ini krusial mengingat wacana tersebut tidak produktif, yang dapat memicu isu yang tak elok di publik, yaitu sarat muatan kepentingan politik dan kekuasaan golongan/kelompok tertentu.
Selain itu, penundaan Pemilu 2024 bisa membuka peluang muncul/lahirnya rezim otoritarian baru (new authoritarian regime) di era reformasi. Konsekuensinya, demokrasi Indonesia tetap berada di demokrasi yang cacat atau bahkan ke depan bisa jatuh pada rezim otoritarian.
Apalagi DPR RI, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu sudah menyepakati Pemilu 2024 akan digelar pada 14 Februari 2024. Oleh karena itu, semua kalangan, termasuk elit partai politik, harus bertanggung jawab untuk menyukseskan Pemilu 2024, sebagai salah satu instrumen konsolidasi demokrasi di Indonesia.