Di konteks modern, resistensi ini juga terlihat dalam cara orang Madura membangun komunitas-komunitas solid di perantauan. Mereka menciptakan jaringan sosial dan ekonomi yang memungkinkan mereka bertahan meskipun menghadapi diskriminasi, seperti, warung Madura. Namun, resistensi ini sering kali tidak cukup untuk melawan struktur ketimpangan yang telah mengakar.
Relasi antara Madura dan Jawa mencerminkan bagaimana kekuasaan, budaya, dan identitas berinteraksi dalam konteks negara multietnis seperti Indonesia. Hegemoni Jawa, baik dalam aspek ekonomi, politik, maupun budaya, telah menciptakan hubungan yang sangat timpang dengan Madura.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan paradigma yang mendalam. Pemerintah harus memastikan bahwa pembangunan di Madura tidak hanya berfokus pada eksploitasi sumber daya, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal. Selain itu, penting untuk membongkar narasi yang selama ini memarjinalkan orang Madura, dan menggantinya dengan narasi yang lebih inklusif terutama di pemberitaan media massa.
Membangun hubungan yang setara antara Madura dan Jawa bukan hanya soal redistribusi sumber daya, tetapi juga tentang menciptakan ruang di mana identitas dan budaya Madura dapat dihargai setara dengan Jawa. Hanya dengan cara ini, kita dapat membongkar hierarki kolonial domestik yang telah lama mengakar, dan menciptakan Indonesia yang lebih adil dan setara bagi semua.