Dukungan rakyat diperoleh Ke’ Lesap—di samping karena dia sebagai guru ngajinya, kepedulian sosialnya, dan kesaktiannya—karena raja-raja Madura ketika itu kurang memperhatikan nasib rakyatnya dan di bawah kendali VOC Belanda.
Dengan dukungan pengikut dan panglima perangnya yang bernama Raden Buka, Ke’ Lesap menyerang Keraton Sumenep dan Keraton Pamekasan sekitar abad ke-18-an. Penyerangan ini berhasil menundukkan dua keraton ini.
Pangeran Ario Cokronegoro V/Raden Alza, Adipati Keraton Sumenep XXVIII, ketika terjadi penyerangan melarikan diri ke Surabaya untuk meminta perlindungan VOC, sedangkan Tumenggung Ario Adikoro IV/Raden Ismail, Adipati Keraton Pamekasan, meninggal dunia di arena pertempuran yang terjadi di Pamekasan.
Namun, ketika penyerangan dilanjutkan ke Keraton Bangkalan, pasukan Ke’ Lesap dapat dikalahkan oleh pasukan gabungan Keraton Bangkalan dan VOC. Awalnya, pasukan Ke’ Lesap memukul mundur pasukan gabungan Keraton Bangkalan dan VOC.
Dengan siasat licik, akhirnya Raden Cakraningrat V dapat membunuh Ke’ Lesap, anaknya sendiri. Ke’ Lesap dibunuh Raden Cakraningrat V dengan tombaknya yang bernama Ki Neggolo.
Melihat kematian Ke’ Lesap, pengikut (rakyat) Raden Cakraningrat V berseru Bangkah la’an (sudah mati). Peristiwa ini dipercaya oleh sebagian orang Madura sebagai cikal bakal nama Bangkalan. Namun, menurut kalangan lain, pendapat ini masih diragukan kebenarannya.
