Rumah sakit nyaris menjadi “hak istimewa” karena hanya hadir di dua kecamatan, dengan Kecamatan Sampang memiliki 66% dari total rumah sakit. Ironisnya, seluruh kecamatan kabupaten ini tidak memiliki satu pun rumah sakit bersalin, sehingga prinsip dasar kesehatan ibu dan anak potensial ada masalah.
Sokobanah dan Banyuates lebih beruntung dalam jumlah puskesmas dan apotek, tapi tetap nihil rumah sakit. Torjun dan Sreseh pun terpental dari prioritas karena hanya menyumbang di bawah 3% fasilitas kesehatan.
Distribusi ini tidak merefleksikan kebutuhan riil wilayah yang luas dan beragam. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang wajib melakukan pemetaan ulang berbasis kepadatan penduduk dan jarak tempuh.
Dua kecamatan yang memiliki rumah sakit seolah jadi pusat layanan kesehatan, sedangkan lainnya terabaikan. Kondisi ini memperbesar risiko keterlambatan penanganan medis di wilayah terpencil.
Tanpa intervensi kebijakan yang adil, pinggiran akan terus menjadi korban dari ketidaksetaraan pelayanan kesehatan. Perlu strategi pembangunan yang benar-benar memihak pada wilayah terpinggirkan agar jurang ketimpangan ini tak makin menganga.