Naziatul Azwa, MA peminat drakor berkebangsaan Malaysia dan tinggal di Korea menyatakan bahwa apa yang ditampilkan di drakor hanya menampilkan sebagian wajah masyarakat Korea, karena pada dasarnya realitas hidup di Korea Selatan yang sekuler itu bisa dibilang sangat kompetitif.
“Hampir rata-rata orang Korsel berpandangan materialistis dan kerap menilai apapun dari perspektif materi dan tampilan luar. Angka bunuh diri dalam masyarakat Korea terbilang cukup tinggi bisa jadi disebabkan oleh faktor ini, ditambah lagi pandangan hidup mereka yang sekuler, berbeda dari Indonesia dan Malaysia yang merupakan masyarakat agama/spiritual.” Ungkap Azqa.
Narasumber lainnya, Ria Oktorina, M.Sc. mengatakan bahwa drama merupakan salah satu sarana hiburan yang terjangkau oleh berbagai kalangan, khususnya bagi perempuan dewasa dan kaum ibu, “Kehadiran drama ini merupakan salah satu wadah ‘healing’ efektif, hal ini karena banyak drama Korea yang menampilkan kisah-kisah yang dekat dengan realita kehidupan sehari-hari ataupun kisah-kisah fantasi yang ringan dan menghibur.”
Dari perspektif proses produksinya, disamping keunggulannya dalam menampilkan aktor dan aktris yang menarik good looking, film-film dan drakor seri Korsel dibuat melalui riset dan persiapan yang matang yang didukung oleh kolaborasi proses produksi yang profesional.
“Hallyu atau Korean Wave ini pada kenyataannya memang sangat mempengaruhi gaya hidup orang Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan menjamurnya produk kuliner, fashion, skincare Korea di Indonesia. Bahkan banyak pula produk-produk lokal Indonesia yang membuat varian khusus Korea pada produk-produknya guna meningkatkan omset penjualannya.” Pungkas Ria.