Merujuk data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), selama periode 2017-2021 terdapat 35 kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi, hal ini menjadikan sektor perguruan tinggi dengan jumlah kasus tertinggi jika dibandingkan dengan pesantren dan sekolah menengah atas.
Sementara itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Catatan Tahunan 2023 mengungkap peningkatan signifikan jumlah kasus kekerasan di lembaga pendidikan, yang naik dari 12 kasus pada tahun sebelumnya menjadi 37 kasus, dengan berbagai bentuk kekerasan mulai dari pencabulan, percobaan perkosaan, pelecehan verbal hingga kriminalisasi.
Dalam uraiannya, Burhan menjelaskan bahwa terjadi fenomena impunitas di lingkungan akademik, di mana terdapat kecenderungan penutupan kasus demi menjaga citra institusi, harus segera diatasi. Pendekatan zero tolerance harus diterapkan di seluruh perguruan tinggi, sehingga tidak ada celah bagi para pelaku untuk berlindung.
Ia menekankan bahwa penyelesaian permasalahan harus melalui mekanisme yang telah diatur dalam regulasi, agar tercipta ruang akademik yang benar-benar aman dan kondusif bagi seluruh civitas pendidikan.
PB PMII juga mengajak seluruh elemen, mulai dari mahasiswa, akademisi, hingga aparat penegak hukum, untuk bersinergi dalam mengawal implementasi kebijakan dan regulasi terkait pemberantasan kekerasan seksual di kampus.
“Kita harus bersama-sama menciptakan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Kerjasama antara Satgas PPKS, pemerintah, dan aparat penegak hukum adalah kunci untuk mewujudkan hal tersebut,” pungkasnya.