Ia juga menyinggung ritual yang berakar pada mitologi, seperti upacara panen dan pernikahan adat. “Tradisi ini penting, tapi jika dilakukan tanpa pemahaman, hanya menjadi formalitas tanpa makna,” katanya.
Mashuri mengajak masyarakat untuk tidak sekadar menerima mitologi sebagai kebenaran mutlak. “Kita harus berani mempertanyakan, mengkritisi, dan menyesuaikan warisan budaya ini agar lebih relevan dengan kondisi saat ini,” tegasnya.
Menurutnya, keberagaman mitologi Jawa harus dilihat sebagai bagian dari sejarah pemikiran masyarakat, bukan sebagai sesuatu yang sakral. “Mitos-mitos ini lahir dari kebutuhan zaman dulu, dan belum tentu cocok dengan zaman sekarang,” ujarnya.
Dengan pendekatan kritis, Mashuri berharap masyarakat bisa memilah mana nilai yang masih relevan dan mana yang perlu ditinggalkan. “Budaya harus berkembang, bukan membelenggu,” pungkasnya.