Bangkalan – Rupiah mengalami penurunan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (US$) selama seminggu terakhir, turun lebih dari 1,2%, yang menjadi fokus perhatian pasar keuangan, kutip ING Bank N.V, Rabu (31/1/2024).
Penurunan ini, sebagian besar, dipicu oleh ketidakpastian yang muncul akibat perbedaan pendapat di antara anggota kabinet, termasuk Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
Berita yang beredar menyebutkan bahwa beberapa pejabat kabinet sedang mempertimbangkan untuk mengundurkan diri akibat perbedaan pendapat mengenai pencairan dana bantuan sosial.
Hal ini menciptakan ketidakpastian/ketidaksetabilan politik, yang secara langsung berdampak pada nilai tukar rupiah (IDR).
Keberhasilan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam mencapai target fiskal lebih cepat dari jadwalnya membuatnya menjadi sosok kunci.
Namun, adanya kemungkinan mundurnya Indrawati menciptakan kekhawatiran di kalangan investor, yang mencerminkan ketidakpastian terkait arah kebijakan fiskal di masa depan.
Bank Indonesia (BI) telah menanggapi penurunan nilai tukar rupiah dengan langkah-langkah stabilisasi. BI menyatakan keyakinannya bahwa mata uang rupiah akan menguat seiring waktu, sejalan dengan fundamental makroekonomi yang masih kokoh.
Meskipun demikian, tetap menjadi tantangan ke depan untuk meredakan volatilitas yang baru-baru ini muncul di pasar.
Meskipun terjadi penurunan nilai tukar rupiah, data fundamental makroekonomi menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia masih mencatat surplus transaksi berjalan dan defisit anggaran sekitar 1,7% dari PDB.