Pelanggaran ini, jelas dia lebih lanjut, tidak mudah dibuktikan karena harus memenuhi ketiga unsur tersebut secara kumulatif. Selain itu, pelaporan/gugatan dugaan pelanggaran TSM juga memerlukan persyaratan khusus, baik secara formil maupun materiil.
Syarat formil, jelasnya, mencakup identitas pelapor, sedangkan syarat materiil mencakup detail peristiwa, bukti-bukti, serta saksi yang relevan.
Bukti menjadi elemen penting dalam laporan pelanggaran TSM. Menurut Perbawaslu, bukti-bukti tersebut meliputi: pertama, keterangan saksi yang melihat, mendengar, atau mengalami langsung kejadian pelanggaran.
Kedua, surat dan dokumen terkait, termasuk dokumen hasil pengawasan Pilkada. Ketiga, petunjuk, seperti peristiwa atau keadaan yang sesuai dengan dugaan pelanggaran.
Keempat, dokumen elektronik, seperti data digital yang mendukung laporan. Kelima, keterangan pelapor atau terlapor dalam sidang pemeriksaan. Keenam, keterangan ahli yang relevan dengan kasus.
Apabila melaporkan ke Bawaslu, kata dia, dugaan pelanggaran TSM harus dilaporkan paling lambat tujuh hari kerja sejak peristiwa diketahui. Jika laporan melewati batas waktu atau tidak memenuhi syarat, laporan tersebut tidak dapat diterima.
Namun, apabila menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), dilakukan setelah Pilkada dengan syarat formil dan materil pelanggaran TSM harus lengkap dan valid.
Meskipun berat pembuktiannya, pelanggaran TSM dapat menyebabkan konsekuensi serius, termasuk diskualifikasi Paslon yang terbukti bersalah.
Namun, hingga saat ini, ungkapnya, kasus yang memenuhi kategori TSM masih jarang ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dugaan kecurangan sering muncul, tidak semua kasus dapat dikategorikan sebagai pelanggaran TSM sesuai regulasi yang ketat.