Budaya  

Perang Sarung: Bahaya di Balik Permainan Para Remaja di Bulan Suci Ramadhan

Wahyudi, ahli linguistik, Wahyudi, Magister Linguistik dari Universitas Sebelas Maret (UNS)
Wahyudi, ahli linguistik, Wahyudi, Magister Linguistik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) (Dok. Madurapers, 2024).

Namun, Wahyudi menekankan bahwa permainan ini sangat berbahaya dan tidak boleh dilakukan. Ia mengimbau kepada aparat kepolisian dan masyarakat untuk mencegah dan menindak pelaku perang sarung ini. Dampak dari permainan ini bisa sangat serius, dengan risiko cedera fisik yang tinggi bagi para pemainnya.

Perlu adanya kesadaran bersama bahwa perang sarung bukanlah tradisi yang patut dilestarikan atau dipromosikan. Selain melanggar norma-norma sosial dan agama, permainan ini juga membahayakan keselamatan dan kesejahteraan semua pihak yang terlibat.

Oleh karena itu, kata dia, perlu langkah konkret dari berbagai pihak terkait di masyarakat untuk mengedukasi dan memberikan pemahaman kepada para remaja atau kalangan terkait lain di masyarakat tentang bahaya perang sarung ini.

Selain itu, perlu ada penegakan hukum yang tegas terhadap siapapun yang terlibat dalam permainan ini. Hukuman yang lebih berat dan efektif harus diberlakukan sebagai bentuk penekanan terhadap perilaku yang merugikan ini.

Selain itu, pendekatan preventif juga sangat penting, dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang lebih positif dan bermanfaat bagi masyarakat, terutama anak-anak dan remaja yang rentan terpengaruh oleh fenomena seperti perang sarung ini.

Dengan demikian, ajak Wahyudi, “Mari bersama-sama kita jaga keamanan dan kesejahteraan bersama dengan menghindari dan menolak segala bentuk tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Perang sarung bukanlah permainan yang baik, melainkan hanya akan menimbulkan kerugian dan penderitaan bagi semua pihak yang terlibat.”

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca