Perbedaan Angka Kemiskinan Versi Bank Dunia dan BPS, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Ilustrasi perbedaan angka kemiskinan Indonesia antara Bank Dunia dan BPS karena metodologi yang digunakan berbeda
Ilustrasi perbedaan angka kemiskinan Indonesia antara Bank Dunia dan BPS karena metodologi yang digunakan berbeda (Sumber Foto: Madurapers, 2025).

Namun, kritik juga muncul terhadap metode BPS yang dinilai ketinggalan zaman. Direktur Kebijakkan Publik Celios, Wahyu Askar, menyebut pendekatan BPS tidak lagi relevan karena berbasis asumsi tahun 1976 yang belum memperhitungkan perubahan zaman.

Negara lain sudah memperbarui metode pengukuran kemiskinan dengan mempertimbangkan akses digital, kesehatan mental, dan kebutuhan baru masyarakat. Indonesia justru tetap terpaku pada konsumsi dasar yang cenderung statis.

Metode pengeluaran rumah tangga sebagai indikator juga dipertanyakan keakuratannya. Orang dengan penghasilan tinggi bisa hidup hemat dan terlihat miskin, sementara yang berutang demi gaya hidup tinggi justru tampak sejahtera.

Perbedaan pendekatan ini berpotensi memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap data resmi. Masyarakat bisa bingung ketika satu pihak menyatakan kemiskinan di bawah 10 persen, sementara yang lain menyebut lebih dari separuh penduduk tergolong miskin.

Pemerintah perlu menjelaskan tujuan dari masing-masing metode secara terbuka dan konsisten. Transparansi menjadi kunci agar publik memahami konteks di balik setiap angka yang dirilis.

Tanpa pemahaman tersebut, perbedaan data ini akan terus menciptakan persepsi negatif tentang upaya pengentasan kemiskinan. Harmonisasi metodologi dan komunikasi publik menjadi langkah penting ke depan.

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca