Selain itu, kemudahan akses internet dan informasi juga dianggap sebagai salah satu tantangan terbesar. Generasi muda sering kali terjebak dalam gaya hidup hedonis yang ditampilkan di media sosial, tanpa adanya filter atau bimbingan yang memadai. Hal ini, tentu saja, merupakan cerminan dari kurangnya pendidikan yang berkualitas. “Bangsa kita ini masih belum siap secara psikologis dalam menerima kemudahan informasi,” katanya, menekankan pentingnya pembenahan sistem pendidikan agar generasi muda dapat menyeleksi informasi dengan bijak.
Dalam konteks global, pendidikan yang kuat juga berdampak pada perilaku pejabat publik. Negara-negara maju telah menunjukkan bahwa para pemimpin yang berintegritas akan mundur dari jabatannya secara sukarela ketika terjerat kasus hukum, tanpa menunggu desakan dari rakyat. Ini adalah bukti bahwa pendidikan tidak hanya membentuk kecerdasan, tetapi juga karakter dan tanggung jawab moral. Jika hal ini dapat diterapkan di Indonesia, bukan tidak mungkin kita akan melihat perubahan besar dalam tata kelola pemerintahan dan etika pejabat publik.
Sang pengusaha, meskipun hanya berpendidikan SD, menyadari betul bahwa pendidikan adalah kunci dari kemajuan bangsa. Seperti yang pernah terjadi di Jepang pasca-Perang Dunia II, ketika Kaisar Jepang memerintahkan untuk menyelamatkan para guru guna membangun kembali bangsa mereka. Ini adalah pelajaran penting bagi Indonesia, bahwa guru dan sistem pendidikan yang berkualitas adalah pilar utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.