Surabaya – Tengah menjadi sorotan utama dalam persiapan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, isu politik dinasti kembali mencuat sebagai perbincangan hangat, Jumat 26/1/2024).
Ali Muhdi, seorang dosen yang juga merupakan kandidat doktor (S3) sosiologi dari Universitas Airlangga (UNAIR), mengingatkan masyarakat tentang urgensi perlawanan secara damai terhadap fenomena politik dinasti yang terus berkembang tanpa henti.
Dalam wawancaranya pada Jumat (26/1/2024) di Surabaya, Ali Muhdi dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, menjelaskan bahwa politik dinasti telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah politik Indonesia.
Dari zaman kerajaan hingga masa reformasi, kecenderungan ini terus berlanjut, membawa dampak positif sekaligus kontroversial dalam tatanan politik dan pemerintahan di Indonesia.
Menurut Ali Muhdi, politik dinasti memiliki dua sisi yang perlu diperhatikan. Di satu sisi, terdapat pandangan bahwa politik dinasti dapat membawa dampak positif melalui kebijakan yang sesuai dengan konstitusi dan moral politik.
Namun, di sisi lain, mayoritas praktik politik dinasti cenderung melibatkan keluarga dalam struktur kekuasaan, dengan potensi kurangnya kebijakan yang benar-benar menguntungkan rakyat.
Ali Muhdi menyoroti bahwa fenomena ini telah melibatkan Indonesia dalam berbagai periode sejarah, mulai dari zaman kerajaan, era kolonial, Orde Lama, Orde Baru, hingga masa reformasi.
Keberlanjutan kecenderungan ini, menurutnya, harus dihentikan dengan perlawanan secara damai dan konsisten sesuai dengan etika dan norma hukum yang berlaku di Indonesia.
Dosen UINSA ini memperingatkan bahwa tanpa perlawanan yang sesuai dengan konstitusi dari berbagai elemen masyarakat seperti masyarakat sipil, komunitas pesantren, kaum intelektual, NGO, akademisi, dan aktivis sosial, politik dinasti akan terus berkembang tanpa kendali.